Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korsel Akan Beri Insentif Rp 1 Miliar untuk Bayi yang Baru Lahir, Apa Alasannya?

Kompas.com - 29/04/2024, 06:30 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah Korea Selatan (Korsel) berencana memberikan insentif uang tunai senilai 100 juta won atau sekitar Rp 1,18 miliar untuk setiap bayi yang lahir.

Hal tersebut dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan angka kelahiran yang semakin berkurang di negara tersebut.

Dikutip dari The Independent, pemberian insentif senilai Rp 1,18 miliar untuk setiap anak tersebut didasari pada survei publik yang dilakukan oleh Komisi Anti Korupsi dan Hak-hak Sipil Pemerintah Korea Selatan.

Survei tersebut mengukur pendapat masyarakat Korea Selatan sebelum akhirnya keputusan pemberian insentif tersebut dapat dilaksanakan.

Baca juga: Susul Jepang dan Korea Selatan, China Juga Alami Krisis Populasi


Upaya mengatasi krisis penurunan angka kelahiran

Survei yang dimulai pada 17 April 2024 itu memberikan empat pertanyaan terkait pengeluaran sebesar 22 triliun won atau setara dengan Rp 259 triliun per tahun untuk program insentif.

Salah satu pertanyaannya adalah, apakah sejumlah insentif dapat diterima dan bisa memotivasi pasangan di negara tersebut untuk memiliki anak.

Jumlah anggaran tersebut menyumbang sekitar setengah dari anggaran nasional Korea Selatan saat ini yang dialokasikan untuk mengatasi rendahnya angka kelahiran, yang berjumlah total 48 triliun won atau Rp 565 triliun setiap tahunnya.

“Melalui survei ini, kami berencana untuk mengevaluasi kembali kebijakan promosi kelahiran di negara Korsel untuk menentukan apakah subsidi keuangan langsung dapat menjadi solusi yang efektif,” kata komisi tersebut dalam sebuah pernyataan, dikutip dari The Straits Times.

Pemerintah Korea Selatan dan para pembuat kebijakan telah berupaya untuk menemukan langkah-langkah baru dan inovatif untuk mengatasi krisis penurunan angka kelahiran yang terjadi di negara mereka.

Pasalnya, angka kelahiran di Korea Selatan turun menjadi 0,72 bayi per wanita seumur hidup pada 2023, yang merupakan angka kelahiran nasional terendah.

Baca juga: Korea Selatan Darurat Krisis Penduduk, Angka Kelahiran Terendah di Dunia

Faktor penurunan angka kelahiran bayi di Korsel

Pemerintah Korea Selatan menyebut, krisis demografi di negara tersebut disebabkan oleh sejumlah faktor.

Akan tetapi, rasa frustrasi pasangan Korea terhadap meningkatnya biaya hidup dan menurunnya kualitas hidup dianggap sebagai alasan utama.

Saat ini, pasangan Korea menerima bantuan keuangan mulai dari 35 juta won atau setara Rp 412 juta hingga 50 juta won atau Rp 589 juta melalui berbagai program insentif dan dukungan sejak anak mereka lahir hingga  mencapai usia 7 tahun.

Pemerintah mempertimbangkan memberikan insentif dalam jumlah lebih besar dalam sekali beri selepas seorang bos sebuah perusahaan Korea Selatan menawari karyawannya sejumlah uang hingga Rp 1,18 miliar agar mereka mau memiliki anak dalam upaya membantu meningkatkan angka kelahiran di negara tersebut.

Juru bicara perusahaan mengatakan, manfaat tersebut tersedia untuk pria dan wanita.

aca juga: Krisis Populasi di Jepang Masuk Level Kritis, Angka Kelahiran Terendah dalam 90 Tahun

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

Tren
8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

Tren
UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

Tren
Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Tren
Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Tren
Ini yang Terjadi pada Tubuh Ketika Anda Latihan Beban Setiap Hari

Ini yang Terjadi pada Tubuh Ketika Anda Latihan Beban Setiap Hari

Tren
Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok, Berikut Link, Jadwal, Formasi, dan Cara Daftar

Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok, Berikut Link, Jadwal, Formasi, dan Cara Daftar

Tren
Ramai soal Ribuan Pendaki Gagal 'Muncak' di Gunung Slamet, PVMBG: Ada Peningkatan Gempa Embusan

Ramai soal Ribuan Pendaki Gagal "Muncak" di Gunung Slamet, PVMBG: Ada Peningkatan Gempa Embusan

Tren
Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Berhenti Minum Teh Selama Sebulan?

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Berhenti Minum Teh Selama Sebulan?

Tren
Bisakah Hapus Data Pribadi di Google agar Jejak Digital Tak Diketahui?

Bisakah Hapus Data Pribadi di Google agar Jejak Digital Tak Diketahui?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com