Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WHO Soroti Jumlah Tes, Positivity Rate, dan Kapasitas Rawat Inap RS di Indonesia

Kompas.com - 17/07/2020, 18:48 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - WHO masih menyoroti kapasitas tes virus corona yang dilakukan di Indonesia. Terutama mengenai jumlahnya masih jauh dari standar untuk melihat kurva epidemi Covid-19

Dalam laporan Situasion Report tentang Indonesia yang diterbitkan 15 Juli 2020, Badan Kesehatan Dunia itu merekomendasikan Indonesia meningkatkan kapasitas pengujian laboratorium. 

Hanya DKI Jakarta yang memenuhi standar

WHO menyebutkan hanya DKI Jakarta, satu-satunya provinsi di Jawa yang telah mencapai tolok ukur deteksi kasus minimum yaitu 1 per 1.000 populasi per minggu. 

Bahkan, perbandingan tes PCR di Jakarta pernah mencapai 2: 1.000 populasi per minggu. Sedangkan daerah lain di Jawa belum ada yang mencapai 0,5: 1.000 populasi. 

Di sisi lain, positifity rate di sejumlah daerah juga masih terbilang tinggi. Dengan jumlah pengujian 1: 1.000 populasi per minggu, WHO berharap tingkat positifity rate bisa di bawah 5 persen. 

Namun melihat DKI Jakarta yang memenuhi standar pengujian tesnya, angka positifity rate masih di atas 5 persen bahkan mencapai 10 persen. 

Sementara Jawa Tengah dan Jawa Timur angkanya di atas 15 persen, bahkan mendekati 30 persen. 

Secara sederhana, apabila positivity rate di atas 10 persen, maka kasus Covid-19 di masyarakat bisa dikalikan 10 dari yang ditemukan. Demikian pula apabila angkanya 5 persen atau 30 persen. 

Sehingga melihat kondisi tersebut WHO merekomendasikan Indonesia meningkatkan kapasitas tes. 

"Pada 11 Juli, WHO, Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan, Institut Nasional Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (NIHRD), dan Gugus Tugas COVID-19 mengadakan pertemuan untuk mengoptimalkan kapasitas pengujian dan memperkuat sistem pengawasan di tingkat subnasional," bunyi laporan WHO. 

Baca juga: Positivity Rate Jakarta Lewati Angka Batasan WHO, Anies Bilang karena Tes Makin Banyak

Adapun rekomendasi utama yang diberikan adalah:

1. Meningkatkan kapasitas pengujian laboratorium;

2. Menghitung jumlah kasus yang dicurigai yang perlu diuji di setiap kabupaten untuk memenuhi target WHO untuk menguji 1 kasus yang dicurigai per 1.000 penduduk per minggu;

3. Meningkatkan pelacakan kontak sebagai bagian dari rencana respons Covid-19.

Jumlah spesimen dan kasus yang diuji

Selain itu WHO juga masih melaporkan kondisi bahwa jumlah harian spesimen yang diuji tetap lebih tinggi dari jumlah dugaan kasus yang diuji.

Walaupun Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengadopsi kriteria WHO terbaru tentang pemulangan pasien (dari pedoman 'Manajemen klinis Covid-19'), dalam revisi kelima pedoman nasional tentang pencegahan dan pengendalian Covid-19 yang diselesaikan pada 13 Juli.

Karena itu diharapkan ada perbaikan dalam diagnosis dugaan kasus Covid-19, dengan berkurangnya kesenjangan antara jumlah spesimen dan kasus yang dicurigai diuji. 

WHO juga masih memberikan catatan mengenai waktu pelaporan hasil tes virus corona yang dilaporkan di Indonesia. Disebutkan jumlah kasus yang dilaporkan setiap harinya tidak sama dengan jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 pada hari itu.

"Pelaporan hasil yang dikonfirmasi laboratorium dapat memakan waktu hingga satu minggu sejak pengujian," kata WHO dalam Situasion Report tentang Indonesia yang diterbitkan 15 Juli 2020.

Baca juga: Epidemiolog: Tes Covid-19 Masih Rendah, Jangan Dulu Berpikir New Normal

Kapasitas rawat inap

Dalam laporan 22 halaman itu, WHO juga menyoroti kapasitas rawat inap rumah sakit di Indonesia.

Laporan itu mengutip pernyataan Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Ahmad Yurianto, yang mengatakan saat itu tingkat hunian rawat inap mencapai 55 persen secara nasional.

Di beberapa provinsi, tingkat hunian rawat inap bahkan lebih tinggi lagi, misalnya di Jawa Timur yang mencapai 72 persen.

"Seiring jumlah kasus yang terus meningkat, sebagai tindakan pencegahan, respons cepat perlu dilakukan agar sistem kesehatan dapat mengatasi tambahan pasien rawat inap baru tanpa kewalahan, selagi masih mempertahankan sejumlah layanan penting," tulis laporan itu.

WHO menyebut perlu adanya sistem pemantauan yang mencatat tingkat hunian rawat inap rumah sakit dan kamar intensive care unit (ICU), agar kebutuhan dalam penanganan Covid-19 bisa diperkuat.

Provinsi dengan tingkat hunian rawat inap tinggi harus meningkatkan kewaspadaan dan kesiapan rencana mitigasi guna mengantisipasi terjadinya lonjakan pasien rawat inap.

"Persiapan mencakup memastikan jumlah staf mencukupi, ketersediaan peralatan dan obat-obatan penunjang, pendirian rumah sakit lapangan, peningkatan alokasi tempat tidur, dan alih fungsi rumah sakit khusus untuk perawatan Covid-19," tulis laporan itu.

Baca juga: Catatan WHO Soal Covid-19 di Indonesia: Kapasitas Tes Masih Rendah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Bagaimana Nasib Uang Nasabah Paytren Pasca Ditutup? Ini Kata Yusuf Mansur

Bagaimana Nasib Uang Nasabah Paytren Pasca Ditutup? Ini Kata Yusuf Mansur

Tren
Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Tren
Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Tren
Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini 'Tersapu' oleh Alam

Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini "Tersapu" oleh Alam

Tren
Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Tren
Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Tren
Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com