KOMPAS.com – Kerajaan Tolitoli merupakan sebuah kekuasaan yang berdiri di Sulawesi Tengah.
Nama kerajaan ini bahkan diadopsi menjadi nama sebuah kabupaten di Sulawesi Tengah, yaitu Kabupaten Tolitoli.
Sistem pemerintahan kerajaan ini masih berlangsung hingga pascakemerdekaan Indonesia. Berikut adalah ulasan tentang Kerajaan Tolitoli.
Baca juga: Kerajaan Islam di Sulawesi
Tidak dapat dipastikan kapan kali pertama Kerajaan Tolitoli berdiri. Namun menurut beberapa catatan sejarah, paling tidak sejak sebelum kedatangan Bangsa Eropa.
Sebelum dikenal dengan nama Kerajaan Tolitoli, kerajaan ini memiliki nama Totolu, kemudian pada 1858 berganti menjadi Tontoli, lalu 1918 berubah lagi menjadi Kesultanan Tolitoli.
Baca juga: 4 Kerajaan Islam di Sulawesi, Salah Satunya Kerajaan Gowa
Meskipun dikenal sebagai kerajaan Islam, pada mulanya kekuasaan ini bukanlah bercorak Islam. Islam mulai dianut tatkala seorang mubaligh datang dari Ternate.
Kedatangan mubaligh dalam ihwal islamisasi ini juga semakin mempererat jalinan antara Kesultanan Tolitoli dengan Kesultanan Ternate.
Tolitoli berada dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Ternate.
Baca juga: Kerajaan Ternate: Sejarah, Letak, Masa Kejayaan, dan Peninggalan
Sejak masuknya Tolitoli menjadi bagian dari Ternate, pelantikan dan pengangkatan raja di Kesultanan Tolitoli dilaksanakan di Ternate.
Adanya hubungan antara Tolitoli dan Ternate juga melahirkan sebuah gelar baru bagi raja Tolitoli, yaitu Tamadikanilantik yang selanjutnya disebut Sultan.
Belanda menginjakkan kakinya di Kerajaan Tolitoli pada tahun 1856 ketika Tolitoli dipimpin oleh Raja Bantilan Syafiuddin (1859 -1867).
Sejak kedatangan Belanda hingga datangnya Jepang, tercatat ada lima kali pergantian raja di Kesultanan Tolitoli.
Hubungan antara Tolitoli dan Belanda di fase awal dapat dikatakan berjalan baik dan damai, bahkan keduanya melakukan kontrak perjanjian.
Baca juga: Isi Perjanjian Bongaya dan Latar Belakangnya
Hubungan keduanya mulai memburuk sejak kepemimpinan Tolitoli dipegang oleh Raja Haji Ismail Bantilan (1908-1918) hingga Raja Haji Muhammad Saleh Bantilan (1920-1922).
Dalam perkembangannya, hubungan antara Tolitoli semakin memburuk dan terjadi beberapa kali upaya pemberontakan oleh rakyat Tolitoli. Salah satunya Pemberontakan Salumpaga tahun 1919.