KOMPAS.com - Kemunduran Kesultanan Banten dimulai setelah Sultan Ageng Tirtayasa dipaksa turun takhta pada 1683.
Saat itu, Sultan Ageng Tirtayasa dikudeta oleh putranya sendiri, Sultan Haji, yang mendapat bantuan dari Belanda.
Sejak pemerintahan Sultan Haji, Kerajaan Banten kehilangan kedaulatannya, karena segala hal yang berkaitan dengan pemerintahan kerajaan disetir oleh Belanda.
Selama satu abad berikutnya, Kerajaan Banten terus mengalami kemunduran hingga akhirnya dihapuskan pada masa penjajahan Inggris.
Baca juga: Komoditas Utama Kerajaan Banten
Periode pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa yang berlangsung antara 1651-1683, menandai masa kejayaan Kerajaan Banten.
Sebagai kerajaan maritim, Kerajaan Banten saat itu menjadi penguasa jalur pelayaran dan perdagangan, bahkan memiliki bandar perdagangan lada terbesar di Indonesia.
Keberhasilan Banten itu dinilai mengganggu praktik monopoli perdaganga lada yang dilakukan VOC.
VOC pun melakukan berbagai cara untuk mematahkan dominasi Kerajaan Banten, tetapi upayanya selalu digagalkan oleh Sultan Ageng Tirtayasa.
Baca juga: Akibat Campur Tangan Belanda dalam Kerajaan Banten
Ketika terdeteksi ada krisis internal di Kerajaan Banten yang disebabkan oleh merenggangnya hubungan antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji, Belanda cepat bergerak.
Belanda menghasut Sultan Haji, yang membuat putra Sultan Ageng Tirtayasa ini mau membelot dan bekerja sama dengan VOC.
Dengan bantuan Belanda, Sultan Haji berhasil menggulingkan Sultan Ageng Tirtayasa pada 1683 dan bertakhta di Kerajaan Banten.
Sejak saat itu, Belanda mulai mengintervensi urusan-urusan Kerajaan Banten, karena kerja sama dengan Sultan Haji disertai sebuah perjanjian.
Pengangkatan Sultan Haji dibayar mahal oleh Kerajaan Banten, karena persyaratan yang diajukan Belanda dalam perjanjian sangat merugikan kerajaan.
Masa kekuasaan Sultan Haji menandai kemunduran kerajaan, bahkan dapat dikatakan Kerajaan Banten telah kehilangan kedaulatannya.
Baca juga: Konflik antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji
Meski Sultan Haji berstatus sebagai Sultan Banten, tetapi pengambilan keputusan tetap harus melalui persetujuan Belanda.