Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Contoh Politik Adu Domba Belanda di Indonesia

Kompas.com - 20/03/2024, 18:00 WIB
Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Politik adu domba adalah strategi untuk memicu perselisihan antara kelompok satu dan kelompok lainnya sehingga terjadi perpecahan.

Politik adu domba terkenal sebagai salah satu strategi Belanda yang paling berhasil dalam upayanya menguasai Nusantara.

Politik adu domba Belanda disebut devide et impera, dan telah diterapkan sejak era VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie).

Berikut ini tiga contoh politik devide et impera yang diterapkan pemerintah Belanda di Indonesia.

Baca juga: Devide et Impera: Asal-usul dan Upaya-upayanya di Nusantara

Contoh politik adu domba VOC di Kerajaan Banten

Salah satu bukti adanya politik adu domba yang diterapkan oleh VOC adalah perang saudara di Kesultanan Banten pada abad ke-17.

Perang saudara akibat adu domba Belanda melibatkan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683) dengan putranya, Sultan Haji (1683-1687).

Untuk menguasai Banten, VOC menerapkan politik adu domba ketika terjadi pemisahan urusan pemerintahan oleh Sultan Ageng Tirtayasa.

VOC menghasut Sultan Haji bahwa pemisahan urusan pemerintahan dilakukan karena Sultan Ageng Tirtayasa berencana mengangkat Pangeran Purbaya sebagai raja.

Politik adu domba VOC berhasil membuat Sultan Haji tersulut dan berselisih dengan sang ayah, hingga akhirnya menjalin kerja sama dengan VOC untuk melengserkan Sultan Ageng Tirtayasa.

Dengan bantuan VOC, Sultan Haji mulai menyerang ayahnya sendiri pada 1681 dan terjadilah pertempuran sengit.

Pada 1683, Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipenjara di Batavia, sehingga harus menyerahkan kekuasaannya kepada Sultan Haji.

Lengsernya Sultan Ageng Tirtayasa menjadi tanda keberhasilan politik adu domba dan berkibarnya kekuasaan VOC di Banten.

Baca juga: Sultan Haji, Raja Kesultanan Banten yang Berkhianat demi Kekuasaan

Perang Padri

Perang Padri di Sumatera Barat yang meletus pada tahun 1803 bermula dari perselisihan antara kaum Padri dan kaum Adat, terkait masalah agama.

Kaum Padri yang merupakan kaum yang ingin menegakkan syariat Islam dalam tatanan masyarakat di Minangkabau. Sedangkan kaum Adat merupakan kaum yang masih ingin tetap mempertahankan tradisi.

Tradisi yang dimaksud adalah sabung ayam, minum minuman keras, berjudi, dan menggunakan hukum matriarkat dalam pembagian warisan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com