Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

3 Contoh Politik Adu Domba Belanda di Indonesia

Politik adu domba terkenal sebagai salah satu strategi Belanda yang paling berhasil dalam upayanya menguasai Nusantara.

Politik adu domba Belanda disebut devide et impera, dan telah diterapkan sejak era VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie).

Berikut ini tiga contoh politik devide et impera yang diterapkan pemerintah Belanda di Indonesia.

Contoh politik adu domba VOC di Kerajaan Banten

Salah satu bukti adanya politik adu domba yang diterapkan oleh VOC adalah perang saudara di Kesultanan Banten pada abad ke-17.

Perang saudara akibat adu domba Belanda melibatkan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683) dengan putranya, Sultan Haji (1683-1687).

Untuk menguasai Banten, VOC menerapkan politik adu domba ketika terjadi pemisahan urusan pemerintahan oleh Sultan Ageng Tirtayasa.

VOC menghasut Sultan Haji bahwa pemisahan urusan pemerintahan dilakukan karena Sultan Ageng Tirtayasa berencana mengangkat Pangeran Purbaya sebagai raja.

Politik adu domba VOC berhasil membuat Sultan Haji tersulut dan berselisih dengan sang ayah, hingga akhirnya menjalin kerja sama dengan VOC untuk melengserkan Sultan Ageng Tirtayasa.

Dengan bantuan VOC, Sultan Haji mulai menyerang ayahnya sendiri pada 1681 dan terjadilah pertempuran sengit.

Pada 1683, Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipenjara di Batavia, sehingga harus menyerahkan kekuasaannya kepada Sultan Haji.

Lengsernya Sultan Ageng Tirtayasa menjadi tanda keberhasilan politik adu domba dan berkibarnya kekuasaan VOC di Banten.

Perang Padri

Perang Padri di Sumatera Barat yang meletus pada tahun 1803 bermula dari perselisihan antara kaum Padri dan kaum Adat, terkait masalah agama.

Kaum Padri yang merupakan kaum yang ingin menegakkan syariat Islam dalam tatanan masyarakat di Minangkabau. Sedangkan kaum Adat merupakan kaum yang masih ingin tetap mempertahankan tradisi.

Tradisi yang dimaksud adalah sabung ayam, minum minuman keras, berjudi, dan menggunakan hukum matriarkat dalam pembagian warisan.

Perbedaan prinsip inilah yang mengakibatkan meletusnya Perang Padri antara kaum Padri dan kaum Adat.

Pada pertengahan 1810-an, kaum Adat mulai terdesak. Alhasil, pada 10 Februari 1821, Sultan Alam Bagagarsyah, raja terakhir Pagaruyung, terpaksa menandatangani perjanjian dengan Belanda.

Sejak keterlibatan Belanda, konflik Perang Padri terus meruncing. Karena pertempuran berjalan sangat alot, pada 1825 Belanda terpaksa mengajak Tuanku Imam Bonjol, yang memimpin perlawanan kaum Padri saat itu, untuk melakukan gencatan senjata.

Pada masa gencatan senjata, Tuanku Imam Bonjol berhasil meyakinkan kaum adat bahwa musuh mereka yang sebenarnya adalah Belanda.

Langkah tersebut membuahkan hasil, sehingga pada 1830-an, Perang Padri berubah menjadi perang rakyat Minangkabau melawan Belanda.

Akan tetapi, semua perlawanan rakyat Minangkabau berhasil ditumpas oleh Belanda pada 1838.

Pembentukan negara boneka

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Belanda masih ingin berkuasa di Indonesia.

Sebelum melancarkan agresi militer, Belanda pernah membentuk negara-negara boneka di Indonesia.

Tujuan Belanda membentuk negara boneka adalah untuk memecah belah kedaulatan RI agar lebih mudah menguasai Indonesia kembali.

Ada enam negara boneka yang berhasil dibentuk Belanda, di antaranya:

  • Negara Indonesia Timur (1946-1950)
  • Negara Sumatera Timur (1947-1950)
  • Negara Sumatera Selatan (1948-1950)
  • Negara Jawa Timur (1948-1950)
  • Negara Madura (1948-1950)
  • Negara Pasundan (1949-1950)

Referensi:

  • Armelia. (2008). Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia. Semarang: ALPRIN.
  • Radjab, M. (1964). Perang Paderi di Sumatera Barat, 1803-1838. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Ajidarma, G. (1997). Peristiwa 27 Juli. Jakarta: Institut Studi Arus Informasi dan Aliansi Jurnalis Independen.

https://www.kompas.com/stori/read/2024/03/20/180000879/3-contoh-politik-adu-domba-belanda-di-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke