Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Al Makin
Rektor UIN Sunan Kalijaga

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Prof. Dr. phil. Al Makin, S.Ag. MA, kelahiran Bojonegoro Jawa Timur 1972 adalah Profesor UIN Sunan Kalijaga. Penulis dikenal sebagai ilmuwan serta pakar di bidang filsafat, sejarah Islam awal, sosiologi masyarakat Muslim, keragaman, multikulturalisme, studi minoritas, agama-agama asli Indonesia, dialog antar iman, dan studi Gerakan Keagamaan Baru. Saat ini tercatat sebagai Ketua Editor Jurnal Internasional Al-Jami’ah, salah satu pendiri portal jurnal Kementrian Agama Moraref, dan ketua LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UIN Sunan Kalijaga periode 2016-2020. Makin juga tercatat sebagai anggota ALMI (Asosiasi Ilmuwan Muda Indonesia) sejak 2017. Selengkapnya di https://id.m.wikipedia.org/wiki/Al_Makin.

Lapar, Kelaparan, dan Menahan Lapar

Kompas.com - 20/03/2024, 09:47 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HIDUP manusia bergantung pada kebutuhan biologis yang menopangnya. Seperti juga makhluk hidup lainnya, pemasukan energi ke tubuh jasmani berguna untuk kelangsungan fungsi bagian-bagian tubuh. Sel-sel rusak diganti. Energi dipertahankan.

Tanaman dan hewan lainnya juga sama. Tanaman membutuhkan sinar matahari dan air, hewan seperti manusia, makan, dan minum.

Ibadah puasa menghentikan sejenak kebutuhan biologis makan dan minum, dalam kondisi menahan lapar.

Lapar sering dialami manusia dan makhluk lain, mungkin karena tidak ada makanan. Dalam kacamata sejarah antropologis, pada zaman ketika manusia masih dalam budaya berburu dan pengumpul makanan di hutan, manusia sering kekurangan makanan.

Saat itu manusia masih ke sana ke mari berburu, belum menetap membangun pemukiman. Dalam suasana tidak menentu, dan menunggu keberuntungan di alam, baik buah, hewan buruan, atau ikan, manusia sering bertahan dalam keadaan lapar.

Lapar itu sudah biasa. Tidak sulit dibayangkan, dalam keadaan lapar mengejar hewan atau mencari buah di hutan. Manusia penuh perjuangan.

Puasa bisa dikembalikan ke asal muasal manusia pada sejarah awal. Manusia tidak serta merta berbudaya, berperadaban, berpolitik, berekonomi, dan berteknologi. Itu baru saja, dalam jangka 10.000-an tahun.

Manusia pernah hidup amat sederhana, di hutan, savana, gunung, gua, dan tepi sungai. Dahulu kala, manusia sering hanya menunggu kebaikan alam untuk mengisi perut.

Kelaparan adalah hal biasa. Ibadah puasa bisa berfungsi mengingat saat-saat perjuangan manusia di masa lampau.

Setelah ribuan tahun, saat ini manusia sudah jauh lebih nyaman. Dengan mendirikan pemukiman, menjinakkan ternak, menanam makanan, atau bahkan memproduksi makanan lewat pabrik secara massal dan instan.

Nasi, roti, biskuit, minuman kemasan sudah ada di toko-toko atau pasar. Manusia kini tinggal membeli saja. Tidak perlu berburu atau menanam.

Bahkan banyak manusia yang tidak mengerti asal muasal makanannya, karena sudah tersedia di mal atau restoran. Yang dilakukan bukan menyiapkan cangkul, atau traktor, tetapi menggesek kartu atau memindai barcode karena sistem pembayaran online.

Puasa mengingatkan bagaimana rasanya lapar, sebelum era teknologi dan pasar bebas ini. Makanan sudah diproduksi secara sistematis. Pasar menguasai manusia. Kebanyakan manusia hanya sebagai konsumen saja.

Namun kelaparan ternyata masih menghantui dunia saat ini. Betul bahwa produksi pangan di dunia ini secara matematis cukup untuk memberi makan penduduk bumi 8,1 miliar mulut.

Tetapi faktanya ada 783 juta perut orang masih kelaparan. Sebanyak 14 juta anak-anak di dunia juga masih mengalami kekurangan makan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com