Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Al Makin
Rektor UIN Sunan Kalijaga

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Prof. Dr. phil. Al Makin, S.Ag. MA, kelahiran Bojonegoro Jawa Timur 1972 adalah Profesor UIN Sunan Kalijaga. Penulis dikenal sebagai ilmuwan serta pakar di bidang filsafat, sejarah Islam awal, sosiologi masyarakat Muslim, keragaman, multikulturalisme, studi minoritas, agama-agama asli Indonesia, dialog antar iman, dan studi Gerakan Keagamaan Baru. Saat ini tercatat sebagai Ketua Editor Jurnal Internasional Al-Jami’ah, salah satu pendiri portal jurnal Kementrian Agama Moraref, dan ketua LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UIN Sunan Kalijaga periode 2016-2020. Makin juga tercatat sebagai anggota ALMI (Asosiasi Ilmuwan Muda Indonesia) sejak 2017. Selengkapnya di https://id.m.wikipedia.org/wiki/Al_Makin.

Ramadhan: Antara Syiar yang Ramai atau Khusuk yang Hening

Kompas.com - 17/03/2024, 12:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEMUA agama mengandung unsur ramai dan sepi. Ramai berkaitan dengan ranah politik, sosial, dan ekonomi, karena faktanya manusia beragama selalu terikat dengan dunia politik, sosial dan ekonomi. Namun agama juga mengandung unsur sepi, spiritualitas, khusuk, dan hening.

Manusia beragama membutuhkan kesendirian juga, namun dalam sejarahnya, agama tidak bisa lepas dari unsur ramainya.

Selalu ada dua hal yang berbeda dalam agama. Agama mengandung unsur syiar untuk promosi nilai-nilai dalam gegap gempitanya aktivitas manusia, satu sisi.

Di sisi lain, agama adalah obat penenang individu-individu untuk menghindari keramaian, mencari kedamaian, dan keheningan.

Di manakah puasa Ramadhan berada?

Ramadhan memang berlimpah dengan kegiatan sosial dan ekonomi. Di masjid dan tempat-tempat umum, seperti sekolah, pasar, mal, dan kantor mensyiarkan kegiatan sosial dan ekonomi. Semua terpaut gerak puasa Ramadhan.

Ekonomi juga melenggang sesuai dengan jam buka dan sahur, serta penyambutan Idul Fitri.

Jualan kolak pisang untuk buka di pinggir jalan laku. Pakaian khusuk laris manis selama Ramadhan: gamis, mukenah, sajadah, atau kopiah.

Tarawih dan buka bersama juga melibatkan kerumunan manusia. Namun puasa juga harus dimaknai sebagi tempat kesepian, zikir, berdoa menyendiri, dan hening.

Agama memang menyangkut ramainya kehidupan manusia. Semua unsur ramai dan sepi ada dalam agama.

Agama selalu menyertai tumbuh dan berkembangnya budaya dan peradaban manusia. Agama menjadi legitimiasi negara, masyarakat, dan bangsa.

Dengan mengikat diri pada agama atau tanpa agama, masyarakat tumbuh, maju, atau runtuh. Masyarakat model lama, sebelum era bangsa modern pasca-Perang Dunia Dua, kerajaan-kerajaan terang-terangan menggunakan label agama.

Namun, di masyarakat yang lebih maju peran agama bersifat lebih netral. Agama menjadi peredam keramaian untuk kembali ke spiritual individu masing-masing.

Negara-negara Eropa dari abad Pencerahan hingga kini bahkan terjadi gerakan anti-agama. Warga negara banyak yang memilih untuk tidak berafiliasi pada agama. Bukan berarti mereka tidak spiritualis, atau meninggalkan nilai-nilai agama.

Agama sebagai nilai, moral, etika, dan norma perilaku bisa berlaku dalam budaya, tetapi ikatan institusi agama bisa lepas dari individu ataupun masyarakat. Agama menjadi sepi, menjauhi keramain politik, sosial dan ekonomi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com