KOMPAS.com - Tumpek Landep merupakan tumpek pertama dari enam tumpek dalam siklus kalender Bali.
Tumpek Landep adalah hari penghormatan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Ida Bhatara Sang Hyang Pasupati, yang diartikan sebagai sang pemelihara segala benda tajam.
Tumpek Landep dilaksanakan oleh umat Hindu di Bali setiap Sabtu Kliwon atau Saniscara Kliwon wuku Landep, yang datang setiap 210 hari sekali.
Berikut ini tujuan, filosofi, dan makna Tumpek Landep.
Baca juga: 6 Tumpek dalam Tradisi Masyarakat Hindu Bali
Melansir tamanbali.desa.id, istilah tumpek berasal dari kata "metu", yang artinya bertemu, dan "mpek" yang berarti akhir. Jadi, tumpek merupakan pertemuan hari yang terakhir.
Hari terakhir yang dimaksud adalah hari terakhir dalam sapta wara (siklus tujuh harian), yakni Sabtu atau Saniscara, dan hari terakhir dalam panca wara (siklus lima harian), yakni Kliwon.
Perayaan tumpek jatuh pada puncak atau hari terakhir dari sapta wara dan panca wara, yakni Sabtu Kliwon atau Saniscara Kliwon, dan wuku yang menjadi nama suatu tumpek.
Tumpek Landep misalnya, dilaksanakan setiap Sabtu Kliwon atau Saniscara Kliwon wuku Landep.
Sedangkan kata "landep" berarti tajam, lancip, runcing, atau ketajaman, yang secara harafiah merujuk pada senjata tajam.
Tumpek Landep adalah hari Hindu melakukan puji syukur atas berkah yang telah diberikan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Ida Bhatara Sang Hyang Pasupati, yang diartikan sebagai sang pemelihara segala benda tajam.
Oleh sebab itu, pada hari Tumpek Landep, diupacarai benda-benda tajam seperti keris dan tombak.
Baca juga: Ngaben, Upacara Pembakaran Jenazah Umat Hindu di Bali
Menurut umat Hindu Bali, benda-benda merupakan simbol dari kekuatan untuk menegakkan kebenaran, oleh karena itu, mereka dihormati dan diupacarai.
Kini, benda-benda tajam atau landep mempunyai arti luas, tidak sebatas keris, tombak, dan peralatan tajam lainnya.
Benda-benda hasil cipta karsa manusia yang mempermudah kehidupan, seperti mobil, sepeda motor, mesin, dan sebagainya, juga turut diupacarai.
Meskipun benda-benda tersebut bukan objek religius, umat Hindu memandangnya sebagai anugerah dari Sang Hyang Pasupati, yang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.