9. Oleh para Pangkur dan pengikutnya, sang Tawan dan pengikutnya, sang Tirip dan pengikutnya, oleh para prajurit, dan para pemuka agama, kemudian selanjutnya,
10. “Raja bagaikan singa” (rajasimhah) minta berulang-ulang kepada raja-raja yang akan datang supaya Pengikat Dharma agar dilindungi oleh mereka yang ada selama-lamanya
11. Baiklah, dengan menghibahkan wihara, segala pengetahuan suci, Hukum Sebab Akibat, dan kelahiran di tiga dunia (sesuai) ajaran Buddha, dapat dipahami
12. Kariyana Panangkarana minta berulang-ulang kepada yang mulia raja-raja yang akan datang senantiasa melindungi wihara yang penting ini sesuai peraturan.
Baca juga: Prasasti Pucangan, Peninggalan Raja Airlangga yang Terabaikan di India
Isi Prasasti Kalasan diawali dengan penghormatan kepada Dewi Tara, simbol kebijaksanaan dalam agama Buddha.
Setelah itu, disebutkan bahwa para guru raja Sailendrawamsatilaka (Syailendra) memohon kepada Maharaja Dyah Pancapana Kariyana Panamkarana (Rakai Panangkaran) untuk mendirikan arca dan bangunan suci untuk pemujaan Dewi Tara, serta sebuah biara untuk para pendeta kerajaan yang fasih pengetahuannya akan Mahayana Winaya.
Permohonan itu dikabulkan dan pada 700 Saka (778/779 M), Rakai Panangkaran selesai mendirikan bangunan suci, yang oleh para sejarawan diidentifikasi sebagai Candi Kalasan.
Dapat diketahui bahwa nama kuno Candi Kalasan adalah Tarabhavanam.
Raja memerintahkan pendirian bangunan suci kepada para pejabat kerajaan seperti Pangkur, Tawan dan Tirip.
Setelah bangunan suci selesai dibangun, Rakai Panangkaran juga menghadiahkan tanah di Desa Kalasan untuk kepentingan pemeliharaan bangunan suci tersebut, kepada para Sanggha (umat Buddha).
Peristiwa penting ini diabadikan di dalam sebuah prasasti dan disaksikan oleh pejabat-pejabat kerajaan seperti Pangkur, Tawan dan Tirip.
Referensi: