VOC resmi dibubarkan pada 31 Desember 1799 dan harta kekayaannya yang tidak bergerak, misalnya daerah jajahan seperti Indonesia, diambil alih oleh pemerintah, yakni Republik Bataaf.
Setelah VOC dibubarkan dan semua asetnya diambil alih oleh Pemerintah Belanda yang baru, yakni Republik Bataaf, tanah jajahan diurus oleh suatu badan yang disebut Aziatisce Raad (Dewan Asia).
Antara 1801-1804, kekuasaan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia dipegang oleh Gubernur Jenderal Johannes Siberg, yang menggantikan Gubernur Jenderal VOC yang terakhir, Pieter Gerardus van Overstraten (1796-1801).
Baca juga: Mengapa Keberadaan VOC Dianggap Sangat Istimewa?
Johannes Siberg seharusnya mencerminkan sifat dari Republik Bataaf yang liberal.
Akan tetapi, sebelum resmi berkuasa di Nusantara, ada dua komisaris yang dikirim, yakni Nederburg dan Van Hogendorp.
Dua komisaris ini memiliki pandangan tentang politik kolonial yang berseberangan.
Nederburg, yang berpandangan konservatif, ingin sistem perekonomian VOC kembali diterapkan.
Sedangkan Hogendorp, yang sangat liberal, ingin agar masalah pemerintahan dipisahkan dengan masalah ekonomi.
Perbedaan pandangan dua tokoh ini akhirnya dapat diselesaikan melalui Charter 1804, yang berisi kompromi dari keduanya.
Namun, saat itu Republik Bataaf lebih disibukkan dengan upaya mempertahankan wilayah Indonesia dari Inggris.
Sehingga, Johannes Siberg dan penggantinya, Gubernur Jenderal Wiesel (1804-1808), hanya melanjutkan politik lama VOC.
Baca juga: Hak-Hak Istimewa VOC
Pada 1806, masa pemerintahan Republik Bataaf di Indonesia berakhir.
Hal ini terjadi setelah Napoleon Bonaparte membentuk Kerajaan Belanda dan mengangkat saudaranya, Louis Napoleon, sebagai Raja Belanda yang baru.
Dengan demikian, secara tidak langsung, mulai 1806, Indonesia berada di bawah imperium Perancis, hingga akhirnya diserahkan kepada Inggris pada 1811.
Referensi: