Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pandangan Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno terhadap Negara Merdeka

Kompas.com - 02/08/2022, 19:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

KOMPAS.com - Pada awal 1945, kedudukan Jepang yang semakin terjepit oleh Sekutu mendorong terbentuknya Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Pembentukan BPUPKI merupakan upaya menarik hati rakyat Indonesia agar tidak melakukan perlawanan dan membantu Jepang melawan Sekutu.

Tujuan BPUPKI dibentuk adalah untuk menyelidiki hal-hal penting menyangkut pembentukan negara Indonesia merdeka.

BPUPKI melakukan dua kali sidang, yakni pada 29 Mei- 1 Juni 1945 dan pada 10-17 Juli 1945.

Pada sidang pertama, hal yang dibahas adalah mengenai dasar negara Indonesia merdeka.

Selama tiga hari sidang (29 Mei- 1 Juni), terdapat 39 tokoh BPUPKI yang berpidato guna mencoba merumuskan dasar negara merdeka.

Tiga dari 39 tokoh tersebut adalah Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno.

Lantas, bagaimana pandangan Mohammad Yamin, Soepomo, dan Ir Soekarno terhadap negara merdeka dan apa perbedaannya?

Baca juga: Apa Saja Agenda Sidang BPUPKI?

Pandangan tiga tokoh terhadap negara merdeka

Mohammad Yamin

Pada pidato tanggal 29 Mei 1945, Mohammad Yamin dipastikan tidak melampirkan Rancangan UUD RI sebagaimana tercantum dalam bukunya berjudul Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945.

Pringgodigdo Archief, yang tersimpan di Pura Mangkunegaran Surakarta, memuat catatan bahwa Mohammad Yamin pada hari itu berpidato selama 20 menit.

Menurut pandangan Moh Yamin, negara Indonesia merdeka harus didasarkan pada peradaban bangsa Indonesia sendiri, bukan meniru suatu susunan tata negara lain.

Moh Yamin juga berpendapat bahwa negara yang akan dibentuk ialah suatu negara rakyat Indonesia yang tersusun dalam suatu Republik Indonesia, yang dikepalai oleh seorang kepala negara pilihan, dan dijalankan sebagai pusat oleh kementerian yang bertanggung jawab pada majelis musyawarah.

Baca juga: Peran Mohammad Yamin dalam Kemerdekaan Indonesia

Soepomo

Dalam sidang pertama BPUPKI, Soepomo mendapat kesempatan berpidato pada 31 Mei 1945.

Paparan Soepomo pada hari itu sangat luas dan panjang, termasuk menyangkut hubungan dengan agama, dan konsep negara integralistik totaliter.

Karakteristik paham negara integralistik Soepomo di antaranya:

  • Negara adalah pengejawantahan secara organik warga negara
  • Pemerintah adalah pusat kekuasaan yang dapat memaksa kepatuhan warga negara atas nama kepentingan publik
  • Kehendak pimpinan negara merupakan keputusan yang tidak hanya menuntut kepatuhan, tetapi hukum yang tidak dapat ditawar lagi.

Pemikiran Soepomo tentang negara integralistik juga dilatarbelakangi untuk mencari jalan tengah antara konsep negara individualis-liberal dan negara komunis.

Pasalnya, dalam sidang BPUPKI untuk menetapkan kerangka dasar negara, terjadi perdebatan di antara para tokoh pendiri Indonesia hingga terpolarisasi dalam beberapa kubu.

Baca juga: Teori Integralistik Menurut Soepomo

Soepomo menyebut konsep ini sebagai ide totaliter dan bersifat integralistik sesuai adat alur pikir ketimuran bangsa Indonesia.

Meurut pandangannya, liberalis-kapitalis adalah paham yang menyebabkan adanya imperialisme dan kolonialisme.

Sedangkan komunisme tidak cocok diterapkan di Indonesia karena cenderung memecah belah dan membuat kelas dalam masyarakat.

Padahal, tujuan Indonesia adalah persatuan dan kesatuan untuk mencapai kemerdekaan.

Pada saat para pendiri bangsa merumuskan dasar negara, negara totaliter bukan konsep yang menakutkan seperti sekarang.

Oleh karena itu, pandangan Soepomo tentang negara integralistik dapat diterima oleh anggota BPUPKI yang lain.

Paham kekeluargaan yang dianut oleh UUD 1945 sebelum amendemen adalah hasil pemikiran Soepomo, yang berdasar konsep negara integralistik.

Baca juga: Sidang Pertama BPUPKI: Tokoh, Kapan, Tujuan, Proses, dan Hasil

Soekarno

Pada 1 Juni 1945, giliran Soekarno menyampaikan pidatonya, yang kemudian dikenal sebagai pidato lahirnya Pancasila.

Di dalam pidatonya, Soekarno menyampaikan usulan tentang dasar yang akan dijadikan dasar dalam Indonesia merdeka.

Soekarno memberikan rumusan tentang dasar negara yang dapat diringkas dalam lima poin, sebagai berikut.

  • Kebangsaan Indonesia
  • Internasionalisme atau perikemanusiaan
  • Mufakat atau demokrasi
  • Kesejahteraan sosial
  • Ketuhanan Yang Maha Esa

Soekarno memberikan nama pada rumusan tersebut Pancasila. Pada akhir pidatonya, Soekarno berujar bahwa kelima sila itu dapat diperas menjadi tiga sila (trisila), yaitu nasionalisme, demokrasi, dan ketuhanan.

Baca juga: Mengapa Teks Proklamasi Ditandatangani Soekarno-Hatta?

Tiga sila itu dapat diperas lagi menjadi satu sila atau ekasila, yang intinya adalah gotong-royong.

Menurut catatan hasil rapat BPUPKI, para anggota lain tidak ada yang secara khusus menyampaikan pandangan terkait dengan rumusan Pancasila seperti Soekarno.

Peranan Soekarno sebagai satu-satunya penggali Pancasila dikuatkan oleh Dr Radjiman Wedyodiningrat, Moh Hatta, dan Mohammad Yamin.

Kemudian, melalui Keppres Nomor 24 Tahun 2016, dinyatakan bahwa untuk pertama kalinya Pancasila sebagai dasar negara diperkenalkan oleh Ir Soekarno, anggota BPUPKI di depan sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945.

Berdasarkan fakta sejarah itu, tanggal 1 Juni 1945 ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila.

Baca juga: Alasan Soekarno Ingin Sidang Bersama PPKI Sebelum Proklamasi

Beda pandangan tiga tokoh terhadap negara merdeka

Menurut Moh Hatta, ketika Ketua BPUPKI Dr Radjiman Wedyodiningrat membuka sidang dengan pertanyaan terkait dasar negara Indonesia merdeka, sebagian besar anggota tidak memberikan jawaban.

Hal itu karena mereka khawatir pertanyaan itu menimbulkan persoalan filosofi yang berkepanjangan.

Moh Yamin, Soepomo, dan Soekarno, yang menjadi tiga dari 39 tokoh BPUPKI yang berpidato guna mencoba merumuskan dasar negara merdeka pun berbeda pandangan.

Dalam pidatonya pada 29 Mei 1945, Moh Yamin berpandangan bahwa dasar negara merdeka juga mengenai susunan pemerintah dan penduduk.

Kemudian, Soepomo, yang berpidato pada 31 Mei 1945, berpendapat bahwa Indonesia merdeka harus berdasar pada konsep negara yang integralistik.

Sedangkan Soekarno, pada 1 Juni 1945 menjabarkan dasar Indonesia merdeka ada lima poin, yang kemudian dinamai Pancasila.

Lima poin tersebut adalah kebangsaan Indonesia, internasionalisme/perikemanusiaan, mufakat/demokrasi, kesejahteraan, dan ketuhanan.

 

Referensi:

  • Andriyan, Dody Nur. (2016). Hukum Tata Negara dan Sistem Politik. Yogyakarta: Deepublish.
  • Aning, Floriberta. (2006). Lahirnya Pancasila: Kumpulan Pidato BPUPKI. Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo.
  • Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. (2020). Sigma Pancasila. Jakarta: Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.
  • Sjahdeini, Sutan Remy. (2021). Sejarah Hukum Indonesia: Seri Sejarah Hukum Edisi Pertama. Jakarta: KENCANA.
  • Soetrisno, Slamet. (2006). Kontroversi dan Rekonstruksi Sejarah: Edisi Revisi. Yogyakarta: Media Pressindo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com