Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ignatius B Prasetyo

A Masterless Samurai

Quadragesima dan Sakura

Kompas.com - 01/04/2024, 13:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

WAKTU adalah uang, merupakan adagium yang sering kita dengar. Memang terkesan materialis, namun itulah kenyataan saat ini. Meskipun sulit menentukan mana yang lebih penting dari keduanya, orang butuh waktu dan uang. Bisa salah satu, atau keduanya.

Coba cek mulai dari uang. Pada beberapa kegiatan sehari-hari, mengharuskan kita merogoh kocek.

Contoh sederhananya ketika melakukan aktivitas sehari-hari, yaitu waktu naik grab/gojek, bus maupun kereta listrik untuk pergi ke kantor, ke sekolah, atau belanja ke pasar. Jika punya kendaraan sendiri pun, uang diperlukan untuk membeli bensin, serta perawatan.

Sesuatu yang tidak memerlukan uang alias gratis di kolong langit, amat terbatas. Misalnya udara, sinar matahari dan nanti mungkin makan siang bagi orang-orang tertentu.

Ketika hidup di dunia, waktu (dan ruang) merupakan suatu keniscayaan. Waktu yang berjalan, selain mengakibatkan pertambahan umur, juga menyeret orang dari ruang dunia lawas, masuk ke dalam dunia baru.

Kalau waktu adalah keniscayaan, lantas apakah kita tahu apa sebenarnya waktu? Pertanyaan lebih jauh lagi, sejak kapan waktu itu ada?

Memang bukan perkara mudah mencari jawaban tepat untuk pertanyaan tersebut. Banyak teori dikemukakan oleh para ahli, umpamanya tentang kapan waktu dimulai.

Ada yang mengatakan bahwa waktu dimulai saat terjadinya big bang, yaitu ledakan besar yang menyebabkan terbentuknya tata surya.

Jika pusing memikirkan hal dengan skala jagat raya seperti big bang itu, boleh jadi kita juga tidak perlu pusing memikirkan definisi waktu.

Alasannya, Albert Einstein yang namanya pasti Anda kenal, mengatakan bahwa waktu itu adalah sesuatu yang relatif. Bahkan secara ekstrem, ada ahli yang mengatakan bahwa waktu sebenarnya tidak ada!

Sebenarnya di sini saya tidak ingin membuat Anda pusing, membicarakan waktu dengan dimensi jagat raya. Saya hanya ingin membahas perjalanan waktu 40 hari selama masa Prapaskah, yang disebut quadragesima.

Ada dua alasan mengapa quadragesima penting untuk dibahas. Pertama, angka 40 memang istimewa karena kita bisa menemukannya dalam Alkitab beberapa kali.

Misalnya, Nuh terombang-ambing selama 40 hari dalam bahtera setelah banjir besar melanda dunia. Puasa yang dilakukan oleh Musa dan Yesus berjangka waktu 40 hari.

Yesus tinggal di bumi selama 40 hari sebelum naik ke surga, setelah kebangkitan-Nya yang kita rayakan sebagai Hari Paskah.

Kedua, pada masa 40 hari itu, orang Kristen Katolik melakukan puasa dan pantang. Harap diingat bahwa hakikat dari puasa dan pantang di sini bukan secara lahiriah saja.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com