Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ignatius B Prasetyo

A Masterless Samurai

Quadragesima dan Sakura

Kompas.com - 01/04/2024, 13:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Artinya, orang bukan sekadar menahan diri untuk tidak makan sampai kenyang, maupun tidak makan dengan menu makanan favorit atau tidak melakukan kegemaran.

Puasa dan pantang hendaknya dilakukan sebagai tanda pertobatan, serta menggunakannya sebagai jalan dan sarana menuju keselamatan.

Puncak dari perjalanan quadragesima itu adalah Paskah. Paskah yang dirayakan sebagai hari kebangkitan Kristus adalah puncak dari trihari suci yang dimulai pada hari Kamis Putih dan dilanjutkan dengan peristiwa sengara dan wafat-Nya pada hari Jumat Agung.

Bagi saya, berbicara tentang quadragesima tidak lengkap jika tidak berbicara juga tentang sakura. Alasannya, bunga yang sudah menjadi simbol Jepang ini, biasanya bisa dinikmati pada masa perjalanan terakhir quadragesima.

Puncak quadragesima pada Hari Paskah lazimnya bersamaan dengan puncak keindahan pemandangan pohon sakura dengan bunga yang mekar serentak.

Jika Anda pernah melihatnya langsung, mungkin tahu bagaimana rasanya melihat sakura bermekaran. Bagi yang belum pernah, kalau boleh saya memberi gambaran, pemandangan sakura itu mampu menghipnotis, sehingga membuat terkesima siapa pun yang melihatnya.

Sayangnya tahun ini bunga sakura telat mekar. Kemarin saya hanya dapat melihat beberapa bunga saja yang sudah mekar di pepohonan sakura dekat rumah.

Selain keindahannya, sakura bagi masyarakat Jepang juga mempunyai makna filosofis sebagai siklus kehidupan.

Bunga sakura yang mekar melambangkan pertemuan (kelahiran) dan gugurnya bunga sakura melambangkan perpisahan (kematian).

Orang Jepang bukan cuma memandang keindahan sakura saat bunganya mekar semua serentak.

Akan tetapi, ketika bunga sakura berguguran pun, mereka bisa menemukan keindahan di sana. Keindahan bunga sakura yang berguguran (sakura-fubuki dalam bahasa Jepang) banyak digambarkan dengan indah pada prosa dan puisi zaman dahulu.

Ketika berjalan di bawah bunga sakura di Hari Paskah, saya teringat pada puisi karya Kahlil Gibran di buku Sang Nabi.

Cuplikannya seperti ini, "Kau akan melihat-Nya tersenyum dalam bunga-bunga, lalu naik dan melambaikan tangan-Nya dalam pepohonan".

Sebelum menutup tulisan, saya ingin kembali pada pembahasan waktu (dan ruang) pada awal tulisan.

Paskah sebagai hari kebangkitan Kristus, seharusnya dirayakan bukan dengan sekadar percaya pada mukjizat hidup kembali, maupun terbebasnya makhluk hidup dari jeratan ruang dan waktu saat kematian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com