Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Meneroka Wayang dan Kajian Ilmu

Kompas.com - 19/09/2022, 09:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Wayang dalam perspektif filsafat juga ditemukan dalam buku Filsafat Wayang (2009).

 

Buku ini merupakan hasil penelitian dari sekelompok peneliti dan akademisi dari disiplin ilmu filsafat dan seni pedalangan yang dipimpin oleh Solichin, seorang pakar pewayangan, yang menyandang gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada untuk bidang Filsafat Wayang.

Penelitian ini mula-mula muncul sebagai respons tulisan Zoetmulder dalam Majalah Djawa berjudul “Bukan Falsafah Sendiri” (1940) yang mempertanyakan mengenai filsafat asli Indonesia.

Sampai sekarang, mata kuliah Filsafat Wayang telah diajarkan di beberapa Perguruan Tinggi antara lain: Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Program Studi Filsafat Universitas Indonesia, dan ISI Surakarta Prodi Pedalangan.

Dalam bidang susastra terdapat kakawin, yang menunjukkan adanya pergelaran wayang yaitu kakawin “Arjuna Wiwaha” yang ditulis oleh Mpu Kanwa pada bait 59 di masa pemerintahan Airlangga abad ke-11.

Baca juga: Lawang Seketeng di Indramayu, Bukti Kesinambungan Budaya Hindu Buddha dan Islam

Pada masa ini, pergelaran wayang berfungsi sebagai tontonan dan tuntunan yang digelar dengan peralatan yang lengkap.

Sebelumnya, tidak ada catatan tertulis tentang kapan wayang itu dipergelarkan untuk pertama kalinya.

Namun, wayang dalam pengertian cerita yang ditulis sebagai karya sastra telah ditemukan dalam Kakawin Ramayana, yang muncul pada zaman pemerintahan Dyah Balitung yaitu pada periode 899-911 Masehi.

Dalam bidang arkeologi membuktikan, bahwa pagelaran wayang sudah ada berdasarkan Prasasti Dyah Balitung dengan angka tahun 907 M. Dalam prasasti itu tertulis, “Si galigi mawayang buat Hyang macarita Bimma ya Kumara,”.

Kalimat ini menunjukkan adanya pergelaran wayang yang berfungsi sebagai sebuah persembahan kepada hyang (roh nenek moyang).

Dari data arkeologi sebelumnya, tidak diketahui secara pasti kapan pergelaran wayang dimulai.

Meskipun demikian, pada relief-relief candi di Jawa terdapat adegan-adegan cerita wayang yang diambil dari kisah Ramayana, seperti di kompleks Candi Prambanan yang didirikan kurang lebih pada abad ke-8, pada Candi Roro Jonggrang terdapat relief Ramayana secara lengkap.

Relief-relief wayang yang statis ini dimungkinkan menjadi inspirasi seniman pada masa lalu untuk mentransformasikannya ke dalam pergelaran wayang yang lebih dinamis.

Cerita wayang dari relief lalu dituangkan dalam gambar wayang dalam bentuk kertas atau kain, yang dikenal dengan wayang Beber.

Baca juga: Mengenal Payung Purba dari Masa Hindu-Buddha Lewat Relief Candi Sukuh

Perkembangan selanjutnya dari bentuk tokoh-tokoh wayang relief di candi dan wayang Beber ini dibuat tokoh wayang tersendiri. Sebagai buktinya yaitu wayang Parwa Bali yang popular di Pulau Bali saat ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com