Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Saja Perjuangan Kartini tentang Emansipasi Perempuan?

Kompas.com - 22/04/2022, 07:31 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

Selain itu, budaya turun-temurun saat itu menormalisasi seorang perempuan hanya pasif menjalani alur kehidupan.

Kartini ingin membuktikan bahwa perempuan pun harus memperoleh pendidikan dan bisa menggantikan peran laki-laki.

Dalam suratnya pada 25 Mei 1899 kepada sahabat pena pertamanya Stella Zeehandelaar, Kartini juga menyinggung tentang pendidikan bagi kaum perempuan di tanah air.

“Kami, gadis-gadis masih terikat oleh adat-istiadat lama dan sedikit sekali memperoleh kebahagiaan dari kemajuan pengajaran. Untuk keluar rumah sehari-hari dan mendapat pelajaran di sekolah saja sudah dianggap melanggar adat”.

Selain itu, Kartini juga menuliskan suratnya kepada Nyonya Nellie van Kol, istri dari H.H van Kol seorang anggota 2de Kamer dari tahun 1997-1909 dan datang berkunjung ke Pulau Jawa dalam tahun 1902.

“Dengan pendidikan yang bebas itu, bukanlah sekali-kali maksud kami menjadikan orang Jawa itu orang Jawa Belanda, melainkan cita-cita kami ialah memberikan kepada mereka juga, sifat-sifat yang bagus yang ada pada bangsa-bangsa lain, akan jadi penambah sifat-sifat yang sudah ada padanya, bukanlah akan mengalangkan sifat-sifatnya sendiri itu, melainkan akan memperbaiki dan memperbagusnya,” tulis Kartini dalam surat kepada Nyonya van Kol, Agustus 1901.

Baca juga: Kartini dan Kesempatan Sekolah Bidan, Ingin Mencegah Kematian saat Melahirkan

Dikutip dari buku berjudul R.A Kartini Biografi Singkat 1879-1904 karya Imron Rosyadi, pada Juni 1903, Kartini berhasil mendirikan sekolah untuk perempuan di Jepara. Baru sebulan menjalani kesiukan sebagai guru, ia harus berhadapan dengan situasi yang memaksanya merumuskan ulang segala pendirian yang jauh sebelumnya telah dipegangnya kuat.

Kartini diminta untuk menikah pada tahun itu. Setelah melahirkan bayi laki-laki 13 September 1904, pada tanggal 17 September 1904 Kartini meninggal dunia.

Cita-cita Kartini mengenai pendidikan dan emansipasi perempuan pun kandas, tetapi dilanjutkan oleh pasangan Abendanon melalui buku yang berisikan tulisan-tulisan surat Kartini.

2. Perempuan tidak dipandang rendah

Pada surat untuk Stella Zeehandelaar, 23 Agsutus 1900 dituliskan juga gelisah Kartini mengenai kedudukan kaum perempuan yang selalu dianggap lebih rendah dibandingkan laki-laki.

“Ingin hatiku hendak beranak, laki-laki dan perempuan, akan ku didik, ku bentuk jadi manusia dengan kehendak hatiku. Pertama-tama akan ku buangkan adat kebiasaan yang buruk, yang melebih-lebihkan anak laki-laki daripada anak perempuan”.

Kartini menegaskan dalam suratnya itu bahwa kita jangan heran jika nafsu laki-laki hanya memikirkan dirinya sendiri saja, karena sejak semasa kecilnya, laki-laki selalu dilebih-lebihkan daripada anak perempuan.

Baca juga: Kenapa RA Kartini Menjadi Pahlawan Nasional?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com