Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putin Selalu Menang, Kenapa Pilpres Rusia Masih Penting?

Kompas.com - 18/03/2024, 17:32 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

Davankov—salah satu pendiri perusahaan kosmetik—memperoleh lebih dari 5 persen suara pada pemilihan Wali Kota Moskwa tahun 2023.

Saat menganjurkan "perdamaian dan negosiasi" dalam perang dengan Ukraina, ia memberikan suara untuk mendukung aneksasi wilayah Ukraina, yang membuatnya dijatuhi sanksi internasional.

Calon presiden anti-perang Boris Nadezhdin tidak diloloskan oleh pihak berwenang untuk berpartisipasi, meskipun puluhan ribu orang Rusia mengantre untuk memberikan tanda tangan untuk mendukungnya.

Baca juga: Putin Nyaris Tak Ada Saingan di Pilpres Rusia 2024, Bisa Berkuasa 6 Tahun Lagi

Bagaimana prosedur pemungutan suara?

Untuk pertama kalinya dalam sejarah pemilihan presiden, masyarakat Rusia memberikan suara selama tiga hari, Mulai 15 hingga 17 Maret.

Format ini pertama kali diuji pada pemungutan suara tahun 2020 mengenai amendemen Konstitusi untuk menjaga kesehatan masyarakat selama pandemi virus corona.

Proses tiga hari kembali diterapkan dalam pemilu ini, meskipun para pengamat independen mengkritiknya dan mengatakan bahwa hal tersebut mempersulit upaya memastikan transparansi proses pemungutan suara.

Selain itu, sistem pemungutan suara daring jarak jauh akan tersedia untuk pertama kalinya, terutama di daerah-daerah di mana pihak berwenang kesulitan memastikan jumlah pemilih.

Rusia juga dikritik karena memasukkan wilayah pendudukan Ukraina dalam pemilu ini dan terdapat laporan adanya tekanan terhadap penduduk setempat.

Majelis Parlemen (PA) Organisasi Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) telah mengirimkan pengamatnya ke Rusia sejak tahun 1993, namun hal ini terhenti dalam tiga tahun terakhir.

Apa saja yang mungkin berubah setelah pemilu?

Namun para ahli percaya bahwa lebih banyak orang Rusia yang skeptis terhadap pemerintah dibandingkan yang terlihat, namun mereka terlalu takut untuk bersuara.

Karena takut dengan risiko hukuman berat bahkan jika mereka menunjukkan dukungan kecil terhadap oposisi, mereka tidak mengungkapkan perbedaan pendapat secara terbuka.

Janda Alexei Navalny, Yulia, telah meminta rekan senegaranya untuk memboikot pemungutan suara tersebut dan meminta pemerintah asing untuk tidak mengakui hasil pemilu ini.

Meskipun kemungkinan yang terakhir tidak mungkin terjadi, namun kemungkinan yang pertama mungkin saja terjadi.

Media independen Meduza mengutip sumber yang dekat dengan pemerintahan kepresidenan Putin, yang mengatakan ada kekhawatiran yang tulus tentang ancaman rendahnya jumlah pemilih.

"Jika masyarakat tidak ragu bahwa presiden saat ini akan menang, mengapa harus pergi ke mana pun?"

Hasil yang paling mungkin dari pemilu kali ini adalah kemenangan yang meyakinkan bagi Vladimir Putin, setidaknya di atas kertas.

Namun, rendahnya jumlah pemilih akan berarti bahwa dukungan terhadap presiden telah melemah dan hal ini pada gilirannya dapat menyebabkan kontrol negara menjadi lebih ketat dan semakin menjerumuskan Rusia ke dalam suasana ketakutan dan penindasan.

Baca juga: Gelaran Pilpres Rusia 2024 Diwarnai Gelombang Serangan Drone dan Protes

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com