NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Ada kisah menarik dari seorang gadis berusia 18 tahun. Nama samarannya ialah Moe Moe yang direkrut jadi pasukan drone di salah satu unit pejuang pro-kemerdekaan Myanmar.
Dia siap bertempur dengan pasukannya untuk menyerang pasukan junta Myanmar. Moe Moe berjuang bersama laki-laki di Angkatan Pertahanan Rakyat atau People's Defence Forces (PDF).
Ternyata, alasan dia bergabung sebagai pejuang karena didorong oleh kemarahan dan seruan ibunya untuk melakukan revolusi.
Baca juga: Kelompok Anti-Junta Klaim Jatuhkan Jet Tempur Militer Myanmar
Seperti diberitakan AFP pada Jumat (22/12/2023), dia tumbuh dalam periode demokrasi yang jarang terjadi di Myanmar.
Namun setelah militer mengakhirinya dengan kudeta pada 2021, dia bergabung dengan salah satu dari banyak unit PDF yang dibentuk untuk mengakhiri kekuasaan junta militer Myanmar.
"Saya tidak tahan dengan ketidakadilan yang dilakukan militer," katanya setelah melakukan serangan drone di negara bagian Shan, yang bertetangga dengan wilayah Mandalay.
"Mereka membunuh warga sipil yang tidak bersalah. Alasan utama saya bergabung karena rasa amarah saya," tutur dia.
Moe Moe, yang mengenakan seragam kamuflase kelompok tersebut dan lencana merah yang dijahit di lengannya, menjelaskan bahwa dia mempunyai teman di Mandalay PDF yang mengundangnya untuk bergabung bersama mereka.
"Saya lahir di Mandalay, saya gadis Mandalay. Jadi, saya bergabung dengan Mandalay PDF," terangnya.
Dia juga menjadi salah satu dari sekitar 100 perempuan di Mandalay PDF yang sering bentrok dengan junta di negara bagian Shan dan Mandalay.
Baca juga: Junta Myanmar Kecam Pernyataan ASEAN tentang Kekerasan Militer
Moe Moe dan perempuan lainnya merupakan sepertiga dari unit drone kelompok tersebut yang menentang dominasi militer.
Pejuang tersebut menerbangkan drone komersial yang disesuaikan untuk membawa bom yang dapat dijatuhkan di posisi junta militer Myanmar.
"Jika saya menjatuhkan bom langsung ke sasaran militer, saya merasa sangat puas sepanjang hari. Itu memotivasi saya," tutur dia.
"Saya ingin lebih banyak melaksanakan misi drone dan menunjukkan semua kemampuan saya," imbuhnya lagi.
Soe Thuya Zaw, seorang tentara laki-laki yang bertanggung jawab atas operasi drone, mengatakan bahwa pejuang perempuannya telah terbukti menjadi aset yang tangguh.