TEHERAN, KOMPAS.com - Presiden Rusia Vladimir Putin tiba di Iran untuk bertemu dengan timpalannya dari Iran Ebrahim Raisi di Teheran pada Selasa (19/7/2022), dalam kunjungan langka ke luar negeri pasca invasi ke Ukraina.
Pertemuan, yang juga dihadiri Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan, berlangsung dalam “format Astana” trilateral.
Tujuannya untuk menyelesaikan perbedaan pendapat soal Suriah, tetapi diperkirakan ada lebih banyak yang dibicarakan di tengah perang di Ukraina.
Baca juga: Apakah Sanksi ke Rusia atas Perang di Ukraina Berhasil? Ini Kata Para Menteri Uni Eropa
Para pemimpin dan delegasi mereka juga diharapkan mengadakan pertemuan bilateral, di mana isu-isu mulai dari perang di Ukraina hingga kesepakatan nuklir 2015 Iran dengan kekuatan dunia dapat dibahas.
Berikut hal-hal yang perlu diketahui terkait pertemuan ini sebagaiamna dilansir Al Jazeera:
KTT Teheran berlangsung ketika ketegangan membara terkait wilayah konflik Suriah, dengan posisi berseberangan antara Turkiye dengan Rusia dan Iran di sisi yang lain.
Pada 1 Juni, Turkiye mengumumkan akan segera meluncurkan operasi militer baru di setidaknya dua kota Suriah utara, untuk menargetkan apa yang disebutnya "teroris" kelompok bersenjata Kurdi.
Rusia dan Iran adalah dua pendukung terbesar pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad, yang telah mempertahankan kekuasaan selama perang saudara di negaranya, yang dimulai lebih dari 10 tahun lalu.
Baca juga: TV Rusia: Keluarga Pasukan yang Tewas di Perang Ukraina Bisa Beli Mobil Bagus Pakai Uang Duka
Erdogan berencana membentuk "zona keamanan" 30 kilometer, dengan "membersihkan" dua kota Tal Rifaat dan Manbij. Tapi Moskwa dan Teheran meminta Ankara untuk menahan diri dari serangan baru.
Washington juga menentang langkah yang direncanakan Presiden Turkiye.
Baru-baru ini, Erdogan menguji pengaruhnya di NATO dalam upaya untuk memperkuat posisinya terhadap para pejuang Kurdi di Suriah.
Pada akhir Juni, ia akhirnya membatalkan penolakannya terhadap Finlandia dan Swedia yang berencana bergabung dengan aliansi tersebut, setelah negara-negara Nordik setuju untuk berhenti mendukung kelompok bersenjata Kurdi dan mengekstradisi lusinan individu yang dianggap Turkiye sebagai “teroris”.
Secara terpisah, Rusia awal bulan ini memveto resolusi Dewan Keamanan PBB untuk memperpanjang pengiriman bantuan lintas batas kepada orang-orang di Suriah selama satu tahun, memaksa kompromi yang melibatkan perpanjangan hanya untuk enam bulan.
Baca juga: Rusia Gunakan Veto di DK PBB untuk Putus Bantuan ke Suriah, Warga Protes: Kami Bisa Mati
Ketiga pemimpin itu diperkirakan akan mengadakan pembicaraan bilateral penting di sela-sela pembicaraan Nur-Sultan.
Selain ekspor biji-bijian yang aman dari Ukraina, Putin dan Erdogan dapat membahas energi, perdagangan, dan cara lain untuk meningkatkan hubungan.