Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Trias Kuncahyono
Wartawan dan Penulis Buku

Trias Kuncahyono, lahir di Yogyakarta, 1958, wartawan Kompas 1988-2018, nulis sejumlah buku antara lain Jerusalem, Kesucian, Konflik, dan Pengadilan Akhir; Turki, Revolusi Tak Pernah Henti; Tahrir Square, Jantung Revolusi Mesir; Kredensial, Kearifan di Masa Pagebluk; dan Pilgrim.

Indonesia, G20, dan Rusia

Kompas.com - 01/04/2022, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

G-20 tidak memiliki sekretariat tetap. Agenda dan koordinasi kerja diselesaikan oleh perwakilan pribadi pemimpin G-20 yang dikenal dengan sherpa bersama para menteri keuangan dan gubernur bank sentral.

Meskipun dari sejarah tercatat jelas bahwa G-7 memainkan peran penting, sentral dalam pembentukan G-20; dan bahkan menentukan (ketika itu) siapa yang akan menjadi anggotanya.

Namun, karena G-20 adalah forum informal, maka negara-negara anggota memiliki, katakanlah, hak suara yang sama terhadap sejumlah komitmen, termasuk keanggotaan.

Dan tentu, juga bertanggung jawab untuk melaksanakan komitmen-komitmen tersebut.

Itu berarti, semua keputusan harus dirembug bersama. Bahkan, tidak bisa diputuskan oleh presidensi sekalipun yang sekarang dipercayakan pada Indonensia.

Dengan kata lain, presidensi tidak memiliki hak untuk mengeluarkan salah satu anggota (ini sudah pernah dialami Australia tahun 2014, ketika ada desakan untuk mengeluarkan Rusia yang menganeksasi Ukraina).

Apakah, misalnya, negara-negara G-7 yang memiliki “saham besar” bisa memaksakan kehendak?

Bisa dengan risiko sangat besar bagi keberlanjutan G-20. Bisa dikatakan, ide Joe Biden untuk mengeluarkan Rusia, “paling-paling” didukung oleh negara-negara G-7 plus sekutunya, Australia.

Sikap negara-negara yang menolak pun, termasuk Indonesia tidak juga bisa dibaca sebagai mendukung aksi militer Rusia ke Ukraina.

Sebab, mereka—Argentina, Brasil, Meksiko, Arab Saudi, Turki, Korea Selatan, dan Indonesia—sikapnya jelas mendukung resolusi MU PBB pada 2 Maret 2022, tentang “Agresi terhadap Ukraina.”

Sementara China, India, dan Afrika Selatan, ketika itu memilih abstain. China bahkan secara tegas mempertahankan Rusia dalam G-20. Dan, menyebut Rusia sebagai “anggota penting.”

Kata jubir Kemenlu China Wang Wenbin, “Tak satupun negara memiliki hak untuk menyingkirkan negara lain sebagai anggota” (South China Morning Post, 23/3).

India pun, yang abstain di MU PBB, kemungkinan besar akan bersikap seperti China.

“Bersatunya” Rusia-India-China (RIC) ini perlu menjadi perhitungan AS dan sekutunya.

Menlu Rusia Yevgeny Primakov pada 1996 pernah mengatakan, RIC akan menjadi batu fondasi multipolaritas abad ke-21. Itu berarti, mereka akan menjadi semacam “batu sandungan” bagi AS dan sekutunya.

Kata Primakov, troika RIC di dunia multipolar akan memungkinkan perlindungan bagi negara-negara berpikiran bebas yang tidak bersekutu dengan Barat.

Dan pada akhirnya, Indonesia, kiranya, tidak akan mau diombang-ambingkan oleh kepentingan-kepentingan Barat—khusus sekarang ini yang terlibat dalam pertarungan pengaruh berkait dengan perang Ukraina.

Sekali lagi, itu bukan berarti bahwa Indonesia mendukung aksi militer Rusia ke Ukraina (sikap itu sudah disuarakan di MU PBB), tetapi lebih sebagai sikap teguh pada prinsip: tidak ada satupun negara yang berhak mencoret keanggotaan sebuah negara dalam G-20 sebagai sebuah forum informal. Ini akan menjadi batu ujian yang keras bagi Indonesia.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com