TUNIS, KOMPAS.com - Presiden Tunisia Kais Saied mengumumkan di TV pemerintah bahwa ia membubarkan parlemen negara itu, delapan bulan setelah menangguhkannya dalam perebutan kekuasaan Juli.
“Hari ini, pada momen yang bersejarah ini, saya umumkan pembubaran MPR, untuk melestarikan negara dan lembaga-lembaganya,” katanya, pada Rabu (31/3/2022) dilansir dari Al Jazeera.
Baca juga: Ribuan Warga Tunisia Berunjuk Rasa Turun ke Jalan Melawan Presiden Kais Saied
Rakyat Tunisia menolak jajak pendapat tentang reformasi saat krisis ekonomi semakin dalam.
Pengumuman itu dibuat dalam pertemuan Dewan Keamanan Nasional, beberapa jam setelah anggota parlemen mengadakan sesi pleno online dan memberikan suara melalui undang-undang yang menentang "langkah-langkah luar biasa" yang dilakukan Presiden Saied.
Setelah sesi online, menteri kehakiman Tunisia, Leila Jeffal, meminta jaksa agung membuka penyelidikan yudisial terhadap anggota parlemen yang ditangguhkan, atas tuduhan "berkonspirasi melawan keamanan negara", kata media lokal.
Saied mengecam langkah parlemen sebagai "upaya kudeta", dan menuduh mereka "mengkhianati" negara.
Anggota parlemen Tunisia memberikan suara pada Rabu (30/3/2022) untuk mencabut keputusan presiden yang menangguhkan Parlemen Tunisia, dan memberikan Kais Saied kekuasaan hampir total.
Anggota MPR Tunisia juga secara terbuka menentang Saied dalam sesi online, meskipun presiden menilai pertemuan tersebut sebagai ilegal.
Baca juga: Presiden Tunisia Perkuat Cengkeramannya atas Peradilan
Kais Saied adalah mantan profesor hukum, yang terpilih pada 2019 di tengah kemarahan publik terhadap kelas politik Tunisia.
Pada 25 Juli tahun lalu, dia memecat pemerintah, membekukan parlemen dan merebut kekuasaan yang luas.
Saied kemudian memberi dirinya kekuatan untuk memerintah dan membuat undang-undang melalui dekrit dan merebut kendali atas peradilan.
Pihak oposisi melihat tindakannya sebagai pukulan lebih lanjut terhadap demokrasi, di negara asal muasal pemberontakan Arab Spring 2011 bergejolak.
Langkah Saied pada awalnya disambut oleh banyak orang Tunisia yang muak dengan kebuntuan sistem politik, yang muncul dari revolusi setelah menggulingkan pemimpin lama Zine El Abidine Ben Ali.
Tetapi semakin banyak kritik yang mengatakan dia telah memindahkan negara itu, yang juga menghadapi krisis ekonomi yang parah, kembali ke jalan yang berbahaya menuju otokrasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.