KYIV, KOMPAS.com – Perang Rusia-Ukraina telah berlangsung selama sebulan.
Presiden Rusia Vladimir Putin mulai memerintahkan serangan yang disebutnya sebagai operasi militer khusus ke Ukraina pada 24 Februari 2022.
Dalam sebulan konflik di Ukraina, ada banyak hal di sektor ekonomi yang terdampak.
Baca juga: Warga Rusia Panic Buying Gula, Dampak Sanksi Invasi ke Ukraina
Misalnya, harga minyak global melonjak. Perusahaan asing juga telah memutuskan keluar dari Rusia dan Moskwa menghadapi momok default.
Untuk lebih lengkapnya, berikut adalah dampak ekonomi dari invasi Rusia ke Ukraina yang kiranya penting diwaspadai:
Harga minyak dan gas telah melonjak karena kekhawatiran akan keterbatasan pasokan.
Pasalnya, Rusia adalah salah satu produsen dan pengekspor bahan bakar fosil terbesar di dunia.
Dikutip dari AFP, harga minyak mentah Brent North Sea, patokan internasional, berada di sekitar 90 dollar AS pada Februari 2022.
Pada 7 Maret, harganya melonjak ke 139,13 dollar AS, mendekati level tertinggi selama 14 tahun.
Harga gas juga meroket, dengan referensi Eropa TTF Belanda melonjak ke level tertinggi sepanjang masa di 345 euro pada 7 Maret.
Baca juga: Kekuatan Tempur Rusia Turun Jadi di Bawah 90 Persen Sejak Invasi Dimulai
Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Inggris telah mengumumkan larangan minyak Rusia.
Uni Eropa (UE) telah menghindari sanksi terhadap sektor energi Rusia karena negara-negara seperti Jerman sangat bergantung pada pasokan gas Moskwa.
Komoditas lain yang diproduksi secara besar-besaran di Rusia telah melonjak, termasuk nikel dan aluminium.
Rantai pasokan industri otomotif menghadapi gangguan karena suku cadang utama berasal dari Ukraina.
Sekjen PBB Antonio Guterres telah memperingatkan bahwa konflik dapat bergema jauh di luar Ukraina, menyebabkan badai kelaparan dan kehancuran sistem pangan global.
Rusia dan Ukraina adalah lumbung pangan dunia, menyumbang 30 persen dari ekspor gandum global.
Harga sereal dan minyak goreng saat ini telah meningkat.
Organisasi PBB untuk Pangan dan Pertanian mengatakan jumlah orang yang kekurangan gizi dapat meningkat 8-13 juta orang selama tahun ini dan tahun depan.
Baca juga: AS Berencana Keluarkan Rusia dari G20, Diganti Polandia?
Kapal tidak meninggalkan Ukraina dan ada kekhawatiran tentang musim tanam yang akan datang di negara itu.
AS, India, dan Eropa dapat menutupi kekurangan gandum.
Tapi bisa lebih rumit untuk menggantikan minyak bunga matahari dan jagung, yang masing-masing adalah eksportir nomor satu dan empat dunia di Ukraina.
Pasar saham telah memulai tahun 2022 dengan catatan yang baik karena ekonomi pulih dari pandemi Covid-19 dan perusahaan membukukan hasil yang sehat.
Tetapi, perang Rusia-Ukraina telah membawa volatilitas ke pasar saham, sementara bursa saham Moskwa ditutup selama tiga minggu dan hanya dibuka kembali sebagian pada hari Senin.
Sanksi Barat telah melumpuhkan sektor perbankan dan sistem keuangan Rusia, sementara rubel telah runtuh.
Baca juga: Kremlin: Rusia Hanya Akan Gunakan Nuklir Jika Terancam
Langkah-langkah tersebut termasuk upaya untuk membekukan 300 miliar dollar AS cadangan mata uang asing Rusia yang disimpan di luar negeri.
Rusia sekarang menghadapi risiko gagal bayar utang untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade.
Moskwa membayar bunga atas dua obligasi berdenominasi dolar pekan lalu, memberi pemerintah ruang bernapas sampai pembayaran utang berikutnya dalam beberapa minggu mendatang.
Ratusan perusahaan Barat telah menutup toko dan kantor di Rusia sejak perang dimulai, karena termasuk bagian dari sanksi, tekanan politik, atau opini publik.
Daftar perusahaan tersebut mencakup nama-nama terkenal seperti Ikea, Coca-Cola, dan MacDonald's.
Presiden Rusia Vladimir Putin telah mengangkat ancaman nasionalisasi perusahaan milik asing.
Beberapa perusahaan telah memilih untuk tinggal di Rusia, dengan alasan tanggung jawab sosial mereka untuk tidak meninggalkan karyawan lokal dan merampas barang-barang penting penduduk.
Baca juga: Politikus Rusia Usulkan Nasionalisasi Pabrik Milik Asing yang Menutup Operasi
Perang mengancam akan menjadi penghambat pemulihan ekonomi global dari pandemi Covid-19.
OECD telah memperingatkan bahwa konflik tersebut dapat menimbulkan pukulan satu persen pada pertumbuhan global.
IMF diperkirakan akan menurunkan perkiraan pertumbuhannya, yang saat ini berada di 4,4 persen untuk tahun 2022.
"Seluruh ekonomi global akan merasakan dampak krisis melalui pertumbuhan yang lebih lambat, gangguan perdagangan, dan inflasi yang lebih curam, merugikan terutama yang paling miskin dan paling rentan," ungkap IMF, Bank Dunia, dan Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (EBRD) memperingatkan dalam sebuah pernyataan bersama.
Dengan melonjaknya inflasi, analis khawatir ekonomi dapat menghadapi periode stagflasi, yakni campuran dari kenaikan harga dan pertumbuhan yang lemah.
"Bahkan jika perang berhenti hari ini, konsekuensi dari konflik ini akan terasa selama berbulan-bulan mendatang, dan itu akan memengaruhi harga komoditas," kepala ekonom EBRD, Beata Javorcik.
Baca juga: Rangkuman Hari Ke-27 Serangan Rusia ke Ukraina, Moskwa Bombardir Mariupol, 3,5 Juta Orang Mengungsi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.