TUNIS, KOMPAS.com - Partai terbesar di parlemen Tunisia menyuarakan keprihatinan atas apa yang disebutnya ambiguitas seputar masa depan negara itu, setelah presiden memperpanjang tindakan darurat tanpa batas yang pertama kali diumumkan sebulan lalu.
Partai moderat Ennahda Islamis, awalnya menyebut perebutan kekuasaan pemerintahan dan pembekuan parlemen oleh Presiden Tunisia Kais Saied sebagai kudeta, namun baru-baru ini hanya menggambarkan tindakan itu sebagai pelanggaran konstitusional.
Baca juga: Militer Tunisia Nyatakan Dukungan atas Pengambilalihan Kekuasaan oleh Presiden Kais Saied
Sebulan setelah intervensi Saied, dia belum menunjuk perdana menteri atau pemerintah baru atau mengumumkan apa yang dia rencanakan selanjutnya.
Sementara itu, berkembang spekulasi luas bahwa dia berencana menggambar ulang konstitusi demokratis 2014.
Senin malam (23/8/2021), kantor kepresidenan Tunisia mengatakan Saied memperpanjang tindakan tanpa memberikan rincian lebih lanjut. Kemudian menambahkan, dia akan memberikan pidato dalam beberapa hari mendatang.
Krisis konstitusional Tunisia meletus ketika negara Afrika Utara itu berjuang menghadapi kondisi ekonomi yang mengerikan. Ancaman yang menjulang terhadap keuangan publik, satu dekade setelah revolusi 2011 yang memperkenalkan demokrasi di negara itu.
Amerika Serikat (AS) dan Perancis, serta partai politik Tunisia dan serikat buruh yang kuat, telah mendesak Saied untuk segera menunjuk pemerintah dan membuat sketsa rencana untuk masa depan negaranya.
Namun intervensinya tampaknya mendapat dukungan rakyat Tunisia secara luas.
Baca juga: Presiden Tunisia Janji Dirinya Takkan Jadi Diktator setelah Tangkap Anggota Parlemen
Selama sebulan terakhir, Saied menggantikan pejabat senior di pemerintah pusat dan daerah, badan keamanan dan badan lainnya.
Pada Selasa (24/82021), selama pertemuan dengan menteri perdagangan yang diunggah sebagai video oleh kantor kepresidenan, dia membenarkan memperluas tindakannya dengan menyerang parlemen.
"Lembaga-lembaga politik yang ada dan cara mereka beroperasi adalah bahaya bagi negara... Parlemen sendiri adalah bahaya bagi negara," katanya melansir Reuters.
Pemimpin Partai Ennahda, Rached Ghannouchi, adalah ketua parlemen. Partai itu telah memainkan peran dalam pemerintahan berturut-turut sejak revolusi.
Ketika dia mengumumkan intervensinya pada 25 Juli, Saied mencabut kekebalan anggota parlemen.
Beberapa dari mereka, dari pihak yang mendukung dan menentangnya, telah ditahan atau menjadi tahanan rumah dengan berbagai tuduhan.
Ennahda menyerukan dalam pernyataannya untuk mengakhiri apa yang disebutnya "penyalahgunaan dan pelanggaran hak konstitusional" warga negara, melalui penahanan dan pembatasan perjalanan.
Baca juga: Kudeta Tunisia: Kepala Stasiun TV Nasional Dipecat karena Larang Aktivis Tampil
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.