Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Olimpiade Tokyo Resmi Larang Kedatangan Penonton Luar Negeri

Kompas.com - 22/03/2021, 10:07 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber AP

TOKYO,  KOMPAS.com - Penyelenggara Olimpiade Tokyo yang sempatee ditunda satu tahun, akhirnya resmi melarang penonton dari luar negeri menghadiri turnamen olahraga dunia itu.

Keputusan tersebut diambil selang empat bulan pesta pembukaannya, dan setelah laporan berita dan rumor tak bersumber terkait hal ini muncul tak terhitung jumlahnya.

Pengumuman disampaikan pada Sabtu (20/3/2021), setelah pertemuan online antara Komite Olimpiade Internasional, pemerintah Jepang, pemerintah Tokyo, Komite Paralimpiade Internasional, dan penyelenggara lokal.

Para pejabat menyatakan risikonya terlalu besar untuk menerima pemegang tiket dari luar negeri selama pandemi.

Publik Jepang juga menentang kunjungan penggemar dari luar negeri. Beberapa survei menunjukkan bahwa hingga 80 persen menentang penyelenggaraan Olimpiade, dan persentase serupa menentang penggemar dari luar negeri hadir.

Jepang telah mencatat sekitar 8.800 kematian akibat Covid-19, dan telah mengendalikan virus lebih baik daripada kebanyakan negara.

“Untuk memberikan kejelasan kepada pemegang tiket yang tinggal di luar negeri dan untuk memungkinkan mereka menyesuaikan rencana perjalanan mereka pada tahap ini, pihak-pihak di Jepang telah sampai pada kesimpulan bahwa mereka tidak akan dapat masuk ke Jepang pada saat Olimpiade dan Paralimpiade,” kata panitia penyelenggara Tokyo dalam sebuah pernyataan melansir AP pada Minggu (21/3/2021).

Baca juga: Olimpiade Tokyo, 10 Atlet Rusia Berstatus dari Negara Netral

Penyelenggara mengatakan 600.000 tiket telah terjual kepada penggemar dari luar Jepang.

Penyelenggara berjanji akan mengembalikan uang pembelian. Tetapi hal itu hanya berlaku pada pembeli dari agen penjual tiket resmi, yang menangani penjualan di luar Jepang.

Pasalnya, sejumah dealer penjualan ada yang mengenakan biaya hingga 20 persen di atas harga tiket. Tidak jelas apakah biaya tersebut akan dikembalikan.

Toshiro Muto, CEO dari panitia penyelenggara, mengatakan penyelenggara tidak bertanggung jawab atas kehilangan uang pada penerbangan atau reservasi hotel. Menurutnya itu tidak termasuk dalam "pengaturan kontrak dengan Tokyo."

Presiden Olimpiade Tokyo Seiko Hashimoto, mengatakan ada tekanan untuk menunggu lebih lama keputusan tersebut. Tapi dia menilai dengan ini fans bisa merencanakan ulang perjalanannya.

Hashimoto, yang tampil di tujuh Olimpiade sebagai atlet dan meraih perunggu dalam speedskating pada 1992, juga mengaku menyesalkan keputusan itu.

“Jadi fakta bahwa penonton tidak bisa menonton pertandingan dari luar negeri itu sangat mengecewakan dan sangat disesalkan,” katanya. Namun keputusan itu diakuinya tidak dapat dihindari.

Presiden IOC Thomas Bach menyebutnya sebagai "keputusan yang sulit".

“Kami harus mengambil keputusan yang mungkin membutuhkan pengorbanan dari semua orang,” ujarnya.

Baca juga: Kepala Kreatif Olimpiade Tokyo Ini Mundur setelah Lecehkan Pelawak Perempuan

Sementara itu CEO panitia penyelenggara sepertinya mengesampingkan kemungkinan masuknya penggemar yang menerima tiket dari sponsor berkantong tebal.

"Jika mereka adalah bagian dari pengoperasian perlombaan, dan agak terlibat dengan penyelenggaraan turnamen, maka masih ada kemungkinan bisa masuk ke Jepang," kata Muto.

“Tetapi hanya sebagai penonton yang menonton pertandingan. Mereka tidak akan diizinkan untuk masuk.”

Beban keuangan dari penjualan tiket yang hilang ditanggung Jepang. Anggaran panitia penyelenggara lokal mengharapkan pendapatan 800 juta dollar AS (Rp 11,5 triliun) dari penjualan tiket. Ini adalah sumber pendapatan terbesar ketiga dalam anggaran yang dibiayai swasta.

Setiap kekurangan anggaran harus ditanggung oleh entitas pemerintah Jepang.

"Pendapatan tiket akan menurun. Itu sangat jelas pada saat ini," kata Muto.

CEO panitia penyelenggara Olimpiade Jepang itu juga mengisyaratkan lebih banyak pemotongan untuk orang-orang di luar atlet Olimpiade. Sebab sukarelawan dari luar negeri juga akan "ditangani dengan cara yang sama", meski rinciannya akan disampaikan kemudian.

“Tapi tentang orang lain yang terkait dengan permainan atau apakah kami harus mempertahankan jumlah yang sama atau mungkin kami harus mengurangi jumlahnya. Itu adalah konsensus. Itu premisnya,” ujarnya.

Secara keseluruhan, Jepang secara resmi mengeluarkan 15,4 miliar dollar AS (Rp 221,3 triliun) untuk menyelenggarakan Olimpiade.

Beberapa audit pemerintah mengatakan biaya sebenarnya mungkin dua kali lipat.

Semua kecuali 6,7 miliar dollar AS (Rp 96,3 triliun) adalah uang publik "Negeri Sakura", dan sebuah penelitian Universitas Oxford mengatakan ini adalah Olimpiade termahal yang pernah tercatat.

Sekitar 4,45 juta tiket terjual kepada warga Jepang. Panitia diharapkan bulan depan mengumumkan kapasitas di tempat-tempat yang sekarang hanya akan ditempati oleh penduduk setempat.

Larangan penggemar dari luar negeri datang hanya beberapa hari sebelum estafet obor Olimpiade dimulai Kamis (25/3/2021) dari prefektur Fukushima di timur laut Jepang.

Rangkaian pembukaan Olimpiade ini akan berlangsung selama 121 hari, melintasi Jepang dengan 10.000 pelari. Estafet akan berakhir pada 23 Juli pada upacara pembukaan di Stadion Nasional di Tokyo.

Estafet akan menjadi ujian untuk Olimpiade dan Paralimpiade, yang akan melibatkan 15.400 atlet yang memasuki Jepang. Mereka akan diuji sebelum meninggalkan negaranya, diuji saat tiba di Jepang, dan sering diuji saat mereka tinggal di "gelembung" yang aman di Desa Atlet di sepanjang Teluk Tokyo.

Atlet tidak diharuskan mendapat vaksinasi untuk memasuki Jepang, tetapi banyak yang tetap melakukan prosedur itu.

Baca juga: Mantan Menlu AS Muncul Lagi, Kali Ini Serukan Boikot Olimpiade Beijing

Di tengah pertemuan Sabtu (20/3/2021), Bach dan yang lainnya diberi pengingat tentang Jepang bagian timur laut yang rawan gempa, yang juga merupakan kondisi Jepang pada umumnya.

Gempa bumi yang kuat mengguncang Tokyo dan memicu peringatan tsunami saat Bach dan yang lainnya memberikan kata pengantar dalam pertemuan virtual.

Kekuatannya menjadi 7 Magnitudo menurut US Geological Survey dan lokasinya berada di timur laut Jepang, daerah yang dilanda gempa bumi besar dan tsunami pada 2011. Saat itu, sekitar 18.000 orang tewas dalam tragedi itu 10 tahun lalu.

“Saya pikir layarnya bergetar. Pernahkah Anda memperhatikan layarnya bergetar,” ujar Tamayo Marukawa, menteri Olimpiade Jepang saat membuat presentasinya dari Tokyo dan berbicara dari jarak jauh kepada Bach yang terlihat di layar di Swiss.

Kami sebenarnya berada di tengah-tengah gempa bumi sekarang, ujarnya kepada Bach ketika itu.

Pejabat di sana mengatakan tidak ada laporan kerusakan akibat kejadian itu.

Baca juga: Mantan Atlet Olimpiade Tidak Punya Rumah Sudah 4 Tahun Tidur di Kuburan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com