Kantor berita resmi IRNA melaporkan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Iran menilai “masih belum ada perubahan dalam posisi dan tindakan AS.”
AS juga disebut tidak meninggalkan kebijakan tekanan maksimum yang dijalankan Trump. Bahkan Biden belum juga mengumumkan komitmennya untuk melaksanakan tugasnya di JCPOA dan resolusi terkait Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Penerapan kesepakatan awal, yang mencabut semua sanksi terkait nuklir, "bukan sekadar masalah memberi dan menerima Tindakan ini membutuhkan negosiasi atau resolusi di Dewan Gubernur [IAEA], kata Khatibzadeh.
Baca juga: AS Siap Bertemu Iran untuk Bahas Ulang Perjanjian Nuklir 2015
Tekad Biden memasuki kembali kesepakatan nuklir menghadapi sejumlah tantangan. Setelah penarikan diri Presiden Donald Trump dan penerapan sanksi berat terhadap ekspor minyak Iran, Iran akhirnya mulai melanggar ketentuan perjanjian.
Selain meningkatkan kuantitas dan kualitas pengayaan uranium yang diizinkan. Pada Februari negara timur tengah itu dilaporkan mulai memproduksi uranium logam, yang menurut para analis dapat digunakan dalam produksi hulu ledak nuklir.
Iran telah berulang kali mengatakan tidak memiliki program senjata dan hanya tertarik pada produksi tenaga nuklir.
Tapi menurut Pemerintah Biden, ”waktu bebas” Iran menyusut dari sekitar satu tahun di bawah kesepakatan menjadi tiga atau empat bulan. Dalam selang waktu itu, Iran diyakini punya waktu cukup untuk mengumpulkan bahan fisil dan menghasilkan senjata.
Baca juga: Kesepakatan Nuklir, Menlu AS: Jalan Diplomasi Terbuka untuk Iran
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.