Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Lanka Akhirnya Izinkan Muslim Lakukan Penguburan Jenazah Covid-19

Kompas.com - 27/02/2021, 09:16 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

Sumber Arab News

KOLOMBO, KOMPAS.com - Pemerintah Sri Lanka pada Jumat (26/2/2021) mencabut perintah kontroversial yang menyerukan agar orang yang meninggal akibat Covid-19 untuk dikremasi.

Larangan penguburan jenazah akibat Covid-19 itu telah diprotes selama berbulan-bulan oleh kelompok Muslim dan internasional.

Sejak April, aturan wajib kremasi bagi jenazah terdampak Covid-19 terlepas dari apa pun keyakinan mereka dianggap mampu mencegah penyebaran lebih lanjut.

Baca juga: Muslim Sri Lanka Minta Bantuan PM Pakistan agar Korban Covid-19 Boleh Dikubur

Aturan itu memicu protes dari komunitas Muslim yang minoritas di negara itu karena kremasi berlawanan dengan ritual penguburan secara Islam.

Komunitas Muslim hampir 10 persen dari 22 juta populasi Sri Lanka, yang sebagian besar beragama Buddha.

Banyak yang mengatakan kebijakan kremasi paksa itu diskriminatif, dan kelompok internasional, termasuk Organisasi Kerja Sama Islam, Uni Eropa, Amnesti Internasional, dan PBB telah berulang kali mengirim permintaan ke Kolombo untuk mempertimbangkan kembali keputusan tersebut.

Baca juga: Seorang Anak Selamatkan Ibunya dari Kremasi Setelah Melihatnya Hidup Lagi

Pada Jumat, pemerintah merilis pemberitahuan yang mengizinkan penguburan di kuburan yang ditunjuk di bawah pengawasan otoritas kesehatan dan "sesuai dengan arahan yang dikeluarkan oleh direktur jenderal layanan kesehatan."

Melansir Arab News, masyarakat Muslim Sri Lanka menyambut baik keputusan tersebut. Menteri Kehakiman Ali Sabry mengatakan dia berterima kasih kepada panitia khusus pemerintah yang setelah mempelajari masalah tersebut yang mengizinkan penguburan.

Syekh M. S. Mohammed Thassim, penjabat sekretaris All-Ceylon Jamiyyathul Ulama (ACJU), seorang ulama terkemuka, mengatakan ini adalah berita terbaik yang dapat didengar oleh seorang Muslim Sri Lanka.

Baca juga: Banyak Kasus Orang Hilang, Meksiko Larang Kremasi Korban Covid-19

“Ini adalah akhir dari penderitaan mental kami dan kami akan dapat memenuhi ritual terakhir kami untuk mereka yang kami kasihi setelah kematian mereka,” katanya.

Aktivis HAM Shreen Saroor, salah satu pendiri Jaringan Aksi Wanita, yang pada bulan Desember mengajukan petisi kepada Mahkamah Agung untuk amendemen kebijakan kremasi, mengatakan dia ingin berterima kasih kepada keluarga dari mereka yang jenazahnya telah dikremasi secara paksa, atas perlawanan mereka.

“Ada dua titik kritis dalam advokasi kami untuk mendapatkan hak penguburan bagi korban Covid-19.

Baca juga: Covid-19, Ulama di Inggris dan AS Imbau Muslim Siapkan Adaptasi Terkait Proses Kremasi

 

Pertama, kremasi bayi Syekh berusia 20 hari dan permohonan ayahnya, Faheem kepada dunia, dan upayanya yang tak kenal lelah memberikan keterangan kepada media tentang tragedi tersebut. Tidak mudah untuk berulang kali berbagi cerita menyakitkan seperti ini,” kata Saroor.

Saroor mengacu pada kasus Desember 2020, ketika seorang bayi Muslim yang tewas akibat Covid-19 dikremasi paksa sehingga meningkatkan debat publik.

Dia juga menyebutkan insiden dari September, ketika beberapa keluarga Muslim yang anggotanya meninggal karena Covid-19 memutuskan untuk meninggalkan jasad anggota keluarga mereka di rumah sakit, menolak membayar peti mati dan kremasi.

Baca juga: Kremasi Tentara yang Gugur, India Juga Bakar Foto Xi Jinping

"Tindakan berani ini menarik perhatian dunia dan akhirnya mengakibatkan pencabutan surat kabar yang mewajibkan kremasi, yang sekarang mungkin membuat mimpi buruk setiap Muslim di Sri Lanka hilang," kata Saroor.

Menurut anggota parlemen Mujibur Rahman, yang menentang kremasi paksa, pemerintah membatalkan pedomannya karena tekanan internasional yang meningkat.

“Pemerintah tidak dapat menghadapi tekanan baik lokal mau pun internasional terhadap kebijakan kremasi, akhirnya mereka menyerah,” ungkapnya.

Baca juga: Bukti Kremasi Tertua Ditemukan, Sudah Dilakukan sejak 7000 SM

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Otoritas Cuaca AS Sebut Dampak Badai Matahari Kuat yang Hantam Bumi

Otoritas Cuaca AS Sebut Dampak Badai Matahari Kuat yang Hantam Bumi

Global
Tabrakan 2 Kereta di Argentina, 57 Orang Dilarikan ke Rumah Sakit

Tabrakan 2 Kereta di Argentina, 57 Orang Dilarikan ke Rumah Sakit

Global
Inggris Cabut Visa Mahasiswa Pro-Palestina yang Protes Perang Gaza

Inggris Cabut Visa Mahasiswa Pro-Palestina yang Protes Perang Gaza

Global
3 Warisan Dokumenter Indonesia Masuk Daftar Memori Dunia UNESCO

3 Warisan Dokumenter Indonesia Masuk Daftar Memori Dunia UNESCO

Global
Israel Kirim 200.000 Liter Bahan Bakar ke Gaza Sesuai Permintaan

Israel Kirim 200.000 Liter Bahan Bakar ke Gaza Sesuai Permintaan

Global
China Buntuti Kapal AS di Laut China Selatan lalu Keluarkan Peringatan

China Buntuti Kapal AS di Laut China Selatan lalu Keluarkan Peringatan

Global
AS Kecam Israel karena Pakai Senjatanya untuk Serang Gaza

AS Kecam Israel karena Pakai Senjatanya untuk Serang Gaza

Global
9 Negara yang Tolak Dukung Palestina Jadi Anggota PBB di Sidang Majelis Umum PBB

9 Negara yang Tolak Dukung Palestina Jadi Anggota PBB di Sidang Majelis Umum PBB

Global
Jumlah Korban Tewas di Gaza Dekati 35.000 Orang, Afrika Selatan Desak IJC Perintahkan Israel Angkat Kaki dari Rafah

Jumlah Korban Tewas di Gaza Dekati 35.000 Orang, Afrika Selatan Desak IJC Perintahkan Israel Angkat Kaki dari Rafah

Global
Rangkuman Hari Ke-807 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Angkat Lagi Mikhail Mishustin | AS Pasok Ukraina Rp 6,4 Triliun

Rangkuman Hari Ke-807 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Angkat Lagi Mikhail Mishustin | AS Pasok Ukraina Rp 6,4 Triliun

Global
ICC Didesak Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu

ICC Didesak Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu

Global
143 Negara Dukung Palestina Jadi Anggota PBB, AS dan Israel Menolak

143 Negara Dukung Palestina Jadi Anggota PBB, AS dan Israel Menolak

Global
AS Akui Penggunaan Senjata oleh Israel di Gaza Telah Langgar Hukum Internasional

AS Akui Penggunaan Senjata oleh Israel di Gaza Telah Langgar Hukum Internasional

Global
[POPULER GLOBAL] Netanyahu Tanggapi Ancaman Biden | Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza Gagal

[POPULER GLOBAL] Netanyahu Tanggapi Ancaman Biden | Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza Gagal

Global
Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok sebagai Pecundang...

Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok sebagai Pecundang...

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com