Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Perang: Momotaro, Anime yang Jadi Alat Propaganda Jepang di PD II

Kompas.com - 29/09/2020, 19:18 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber LA Times,CBR

Momotaro lalu memimpin pasukan hewannya dalam serangan parasut ke "Kerajaan Goa" yang sejak lama telah ditaklukkan orang-orang Kaukasia.

Baca juga: Kisah Perang: Douglas Bader Pilot Tanpa Kaki yang jadi Legenda Inggris

Pasukan hewan itu dengan cepat melucuti tank musuh dan sarang-sarang senapan mesin.

Para pembela kulit putih yang digambarkan bertanduk iblis, mengepakkan lengan mereka dan meronta-ronta sebelum menyerah pada Momotaro.

Film kemudian diakhiri dengan anak-anak Jepang yang meniru penerjun payung heroik dengan melompat dari pohon ke peta Amerika Serikat.

Salah satu yang paling mencolok dari Sacred Sailors adalah stereotip etnisnya. Karakter Kaukasia berhidung besar, mata besar, dan tubuhnya lembek.

Karakter-karakter itu menjadi tandingan kartun propaganda AS seperti Bugs Bunny Nips the Nips (1944). Mereka menggambarkan karakter orang Jepang dengan kulit kekuningan, gigi bengkok, dan mata sipit.

Baca juga: Kisah Perang: Saat Nazi Kena Tipu Armada Abal-abal Ghost Army

Tidak diketahui secara pasti berapa banyak orang yang menonton Sacred Sailors atau apa pengaruhnya terhadap moral nasional, meski dilaporkan diputar di Istana Kekaisaran untuk putra mahkota yang kemudian menjadi Kaisar Akihito.

Saat dirilis, kemenangan yang digambarkan film itu jelas merupakan fantasi. Tokyo mengalami pengeboman besar-besaran, dan invasi ke Okinawa sedang berlangsung.

Banyak anak-anak dievakuasi ke pedesaan, remaja yang tetap di kota diwajibkan bekerja di pabrik dan hanya punya sedikit waktu untuk mendapat hiburan.

"Saya menduga film itu ditayangkan utamanya untuk militer," kata John Dower yang memenangkan penghargaan National Book Critics Circle Award untuk War Without Mercy: Race & Power in Pacific War, dalam wawancara telepon dengan LA Times.

"Subtitel untuk bahasa Inggrisnya jelas tidak ditujukan untuk anak-anak, karakter Kanji-nya terlalu rumit."

Baca juga: Kisah Perang: Derita Tiada Tara Hibakusha, Penyintas Bom Atom Hiroshima-Nagasaki

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com