Namun, hanya sedikit yang mempercayai Taliban, yang memiliki kepemimpinan garis keras, di mana pada akhir 1990-an meneror banyak orang Afghanistan.
Para militan memberlakukan hukuman Islam, seperti merajam wanita sampai mati, sementara anak perempuan dilarang sekolah.
Para juru runding Kabul ingin Taliban mengakui pemerintah, yang dianggap militan sebagai "boneka" AS.
Mereka juga ingin Taliban menyetujui gencatan senjata, mengakui hak-hak perempuan, dan mengakui pencapaian lain dalam 2 dekade terakhir.
"Semua itu angan-angan," kata Motwani.
Baca juga: Jelang Perundingan Damai, Afghanistan Mulai Bebaskan 400 Tahanan Taliban
Didorong oleh kesepakatan mereka dengan Washington, Taliban diperkirakan tidak menawarkan konsesi dalam pembicaraan yang mungkin menjadi pembicaraan yang panjang.
Namun, mereka menghadapi pertanyaan sulit seperti, apakah akan mengumumkan gencatan senjata dan menyetujui tatanan politik yang pluralistik.
Sementara, kesepakatan atas masalah-masalah utama dapat meningkatkan prospek perdamaian jangka panjang, tapi gangguan bisa membawa negara itu ke dalam perang saudara baru.
Masih harus dilihat apakah Taliban menyetujui pembicaraan hanya untuk meminimalkan kehadiran musuh utama mereka, Amerika, kata Clark.
Sedangkan, "untuk Kabul, mereka hanya menunda (keseluruhan proses). Mereka lebih suka pasukan AS tetap tinggal,” tambah Clark.
"Pihak-pihak yang berkonflik harus memiliki tujuan yang sama, yaitu perdamaian...Saya khawatir kali ini tidak benar-benar terjadi," pungkasnya.
Baca juga: Jelang Perundingan Damai, Afghanistan Bebaskan 400 Tahanan Taliban 2 Hari Lagi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.