Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah 2 Dekade Berperang, Tercapaikah Pembicaraan Damai Taliban dengan Pemerintah Afghanistan?

Kompas.com - 11/09/2020, 14:54 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber AFP

KABUL, KOMPAS.com - Taliban akan mengadakan pembicaraan damai dengan pemerintah Afghanistan pada Sabtu (12/9/2020), tapi bukan pekerjaan yang mudah bagi musuh untuk melakukannya, menjembatani perbedaan ideologi dan menyelesaikan warisan pahit atas perang selama 2 dekade.

Melansir AFP pada Jumat (11/9/2020), berikut masalah utama antara kedua kubu yang dirangkum AFP:

Kenapa sekarang?

Perang Afghanistan telah menewaskan puluhan ribu orang, membuat jutaan orang mengungsi, menewaskan sekitar 2.400 tentara AS, dan merugikan pembayar pajak Amerika lebih dari 1 triliun dollar AS (Rp 14,9 kuadriliun).

Jengkel dengan apa yang dia gambarkan sebagai "perang gila dan tak berujung", Presiden Donald Trump telah berulang kali menyatakan tekadnya untuk mencapai penarikan penuh pasukan dari Afghanistan.

Baca juga: Afghanistan Bebaskan Lagi Tahanan Taliban Hampir 200 dan Besok Bersiap Bicarakan Kesepakatan Damai

Pembicaraan damai "jelas didorong oleh keinginan AS untuk melepaskan diri dari Afghanistan," kata Kate Clark, wakil direktur Jaringan Analis Afghanistan.

"Tujuan utama AS adalah pergi, atau pergi tanpa meninggalkan kekacauan yang lebih besar."

Washington menandatangani kesepakatan dengan Taliban pada Februari yang membuka jalan bagi semua pasukan asing menarik diri dari Afghanistan pada Mei 2021.

Sebagai imbalannya, Taliban yang menguasai sebagian besar pedesaan Afghanistan memberikan beberapa jaminan keamanan dan janji untuk mengadakan pembicaraan dengan Kabul setelah menyelesaikan pertukaran tahanan yang lama.

Apa agendanya?

Taliban dan pemerintah Afghanistan memiliki perbedaan keinginan terhadap negara tersebut.

"Taliban selalu jelas tentang apa yang mereka inginkan dan itu adalah pemerintahan Islam murni, yang tidak sesuai dengan tatanan politik Islam demokratis liberal saat ini," kata Nishank Motwani, wakil direktur di Unit Penelitian dan Evaluasi Afghanistan.

Baca juga: Dugaan Intelijen: Iran Bayar Taliban jika Serang Pasukan AS

Taliban menyatakan "kemenangan" setelah menandatangani kesepakatan dengan AS dan sering menyatakan tujuan maksimalisnya, yaitu mereka menganggap diri mereka sebagai pemimpin sah Afghanistan dan ingin kembali berkuasa.

"Para pemimpin, pangkat dan arsip Taliban pada dasarnya percaya bahwa kemenangan adalah milik mereka dan sebagai pemenang, mereka tidak akan mengklaim kekurangan kekuasaan," kata Motwani.

Namun, dalam opini New York Times yang diterbitkan pada Februari, wakil pemimpin Taliban Sirajuddin Haqqani menyatakan optimisme atas "pembicaraan intra-Afghanistan".

Beberapa pengamat mengatakan para militan akan menawarkan untuk merundingkan kesepakatan pembagian kekuasaan.

"Jika kita bisa mencapai kesepakatan dengan musuh asing, kita harus bisa menyelesaikan perselisihan intra-Afghanistan melalui pembicaraan," tulis Haqqani.

Baca juga: Ditentang Banyak Negara, Pembebasan 400 Tahanan Taliban Tersendat Lagi

Namun, hanya sedikit yang mempercayai Taliban, yang memiliki kepemimpinan garis keras, di mana pada akhir 1990-an meneror banyak orang Afghanistan.

Para militan memberlakukan hukuman Islam, seperti merajam wanita sampai mati, sementara anak perempuan dilarang sekolah.

Para juru runding Kabul ingin Taliban mengakui pemerintah, yang dianggap militan sebagai "boneka" AS.

Mereka juga ingin Taliban menyetujui gencatan senjata, mengakui hak-hak perempuan, dan mengakui pencapaian lain dalam 2 dekade terakhir.

"Semua itu angan-angan," kata Motwani.

Baca juga: Jelang Perundingan Damai, Afghanistan Mulai Bebaskan 400 Tahanan Taliban

Akankah pembicaraan berhasil?

Didorong oleh kesepakatan mereka dengan Washington, Taliban diperkirakan tidak menawarkan konsesi dalam pembicaraan yang mungkin menjadi pembicaraan yang panjang.

Namun, mereka menghadapi pertanyaan sulit seperti, apakah akan mengumumkan gencatan senjata dan menyetujui tatanan politik yang pluralistik.

Sementara, kesepakatan atas masalah-masalah utama dapat meningkatkan prospek perdamaian jangka panjang, tapi gangguan bisa membawa negara itu ke dalam perang saudara baru.

Masih harus dilihat apakah Taliban menyetujui pembicaraan hanya untuk meminimalkan kehadiran musuh utama mereka, Amerika, kata Clark.

Sedangkan, "untuk Kabul, mereka hanya menunda (keseluruhan proses). Mereka lebih suka pasukan AS tetap tinggal,” tambah Clark.

"Pihak-pihak yang berkonflik harus memiliki tujuan yang sama, yaitu perdamaian...Saya khawatir kali ini tidak benar-benar terjadi," pungkasnya.

Baca juga: Jelang Perundingan Damai, Afghanistan Bebaskan 400 Tahanan Taliban 2 Hari Lagi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com