Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Musim Kemarau 2024 di Yogyakarta Disebut Lebih Panas dari Tahun Sebelumnya, Ini Kata BMKG

Kompas.com - 11/05/2024, 13:30 WIB
Aditya Priyatna Darmawan,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah unggahan bernarasi musim kemarau 2024 di Yogyakarta disebut lebih panas dari tahun sebelumnya, viral di media sosial.

Unggahan tersebut dimuat oleh akun X (Twitter) @jogmfs pada Kamis (9/5/2024).

Dalam unggahan, warganet mengeklaim bahwa suhu panas saat musim kemarau tahun sebelumnya tak sepanas tahun ini.

Ya Allah asli iki sumuk banget hawane panas dan sumpek iki jog mulai kemarau tenan (asli ini gerah banget hawanya panas dan sumpek ini jog mulai kemarau tenan). Beberapa tahun lalu nek kemarau ga koyo ngene deh panas e (Beberapa tahun lalu kalau kemarau tidak seperti begini deh panasnya),” bunyi keterangan dalam unggahan.

Benarkah suhu musim kemarau ini lebih panas dibandingkan tahun sebelumnya?

Baca juga: Indonesia Mulai Memasuki Musim Kemarau, Kapan Puncaknya?

Penjelasan BMKG Yogyakarta

Kepala Data Informasi Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta, Etik Setyaningrum mengatakan suhu pada musim kemarau 2023 masih lebih panas dibanding tahun ini.

Meski begitu, kata dia, suhu pada 2024 lebih panas daripada yang terjadi pada 2021 dan 2022.

Suhu maksimum pada musim kemarau 2021 berkisar antara 31-31 derajat celsius. Sedangkan pada 2022, suhu maksimumnya sekitar 30-32 derajat celsius.

Pada musim kemarau 2023, suhu maksimum tercatat mencapai 33-34 derajat celsius dan pada 2024 berkisar 31-33 derajat celsius.

Kendati demikian, suhu maksium yang terjadi pada 2023 dan 2024 itu masih dalam kategori normal.

“Masih kategori normal untuk suhu udara 31-33 derajat celsius tahun 2024 di wilayah DIY ini. Dikatakan suhu ekstrem bila sudah mencapai di atas lebih dari 36 derajat celsius,” ujar Etik saat dihubungi Kompas.com, Jumat (10/5/2024).

Baca juga: Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Pada tahun 2021-2022, Etik menyebutkan adanya anomali iklim yang bernama La Nina.

La Nina itu kemudian berdampak terjadinya peningkatan curah hujan pada periode musim hujan maupun musim kemarau 2021-2022.

La Nina sendiri adalah fenomena menurunnya suhu permukaan laut yang ada di Samudra Pasifik.

Hal itu kemudian membuat musim kemarau pada 2021 dan 2022 bersifat basah atau disebut sebagai kemarau basah.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com