Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Baru: Gangguan Otak Jadi Lebih Buruk di Perubahan Iklim Ekstrem

Kompas.com - 18/05/2024, 11:00 WIB
Aditya Priyatna Darmawan,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ilmuwan memperingatkan bahwa sejumlah gangguan yang menyerang otak bisa menjadi lebih buruk seiring meningkatnya perubahan iklim ekstrem.

Hal itu disampaikan oleh profesor neurologi Sanjay Sisodiya dan profesor ilmu pengetahuan Mark Maslin dari University College London, Inggris.

Menurut tinjauan kedua profesor itu, perubahan iklim dapat memperparah penyakit otak seperti stroke, migrain, epilepsi, meningitis, multiple sclerosis, skizofrenia, alzheimer, dan parkinson.

Sisodiya dan Maslin menilai, otak manusia bertanggung jawab untuk mengelola tantangan lingkungan yang dihadapi, terutama pada suhu dan kelembapan.

Misalnya, otak memicu keringat dan menyuruh seseorang menjauh dari sinar Matahari dan mencari tempat teduh.

“Masing-masing dari miliaran neuron di otak kita seperti komputer yang belajar dan beradaptasi, dengan banyak komponen yang aktif secara elektrik,” terang mereka, dikutip dari ScienceAlert, Jumat (17/5/2024)

“Banyak dari komponen ini bekerja pada tingkat yang berbeda tergantung pada suhu lingkungan, dan dirancang untuk bekerja sama dalam kisaran suhu yang sempit,” sambungnya.

Baca juga: Kurangi Dampak Perubahan Iklim, Pesawat di Inggris Pakai Bahan Bakar Tinja

Tubuh manusia dan seluruh komponennya, akan bekerja dengan baik dalam batas-batas tertentu yang telah diadaptasi selama ribuan tahun.

Keduanya mengungkapkan, manusia berevolusi di Afrika dan umumnya merasa nyaman di suhu antara 20-26 derajat Celsius dan kelembapan udara 20-80 persen.

“Faktanya, banyak komponen otak bekerja mendekati kisaran suhu tertinggi, yang berarti bahwa peningkatan kecil pada suhu atau kelembapan dapat berarti komponen-komponen tersebut berhenti bekerja sama dengan baik,” ungkapnya.

Ketika kondisi lingkungan suhu dan kelembapan itu berubah dengan cepat ke kisaran yang tidak biasa, otak manusia kesulitan untuk mengaturnya dan mulai mengalami kegagalan fungsi.

Keduanya menjelaskan, beberapa penyakit sudah dapat mengganggu keringat, komponen penting yang menjaga kesejukan atau kesadaran manusia akan cuaca panas ekstrem.

“Beberapa obat yang digunakan untuk mengobati kondisi neurologis dan kejiwaan semakin memperumit masalah dengan mengorbankan kemampuan tubuh untuk bereaksi, (sehingga) mengurangi keringat atau mengganggu mesin pengatur suhu di otak kita,” jelas mereka.

Baca juga: Spesies Manusia Hampir Punah akibat Perubahan Iklim Ekstrem 900.000 Tahun Lalu

Diperparah oleh heatwave

Suhu panas di heatwave bisa memengaruhi kerja otak.iStockphoto/Phira Phonruewiangphing Suhu panas di heatwave bisa memengaruhi kerja otak.
Hal tersebut kemudian diperparah oleh adanya gelombang panas atau heatwave. Misalnya seperti gelombang panas yang mengganggu tidur, yang sangat bisa memperburuk epilepsi.

Gelombang panas juga dapat menyebabkan saraf yang rusak di otak bekerja kurang baik. Oleh karena itu, gejala penderita multiple sclerosis bisa menjadi lebih buruk saat cuaca panas.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

Terkini Lainnya

Bagaimana Cahaya di Tubuh Kunang-kunang Dihasilkan? Berikut Penjelasan Ilmiahnya

Bagaimana Cahaya di Tubuh Kunang-kunang Dihasilkan? Berikut Penjelasan Ilmiahnya

Tren
Moeldoko Sebut Tapera Tak Akan Senasib dengan Asabri, Apa Antisipasinya Agar Tak Dikorupsi?

Moeldoko Sebut Tapera Tak Akan Senasib dengan Asabri, Apa Antisipasinya Agar Tak Dikorupsi?

Tren
Tips Mengobati Luka Emosional, Berikut 6 Hal yang Bisa Anda Lakukan

Tips Mengobati Luka Emosional, Berikut 6 Hal yang Bisa Anda Lakukan

Tren
Profil Francisco Rivera, Pemain Terbaik Liga 1 Musim 2023/2024

Profil Francisco Rivera, Pemain Terbaik Liga 1 Musim 2023/2024

Tren
Benarkah Pakai Sampo Mengandung SLS dan SLES Bikin Rambut Rontok? Ini Kata Dokter

Benarkah Pakai Sampo Mengandung SLS dan SLES Bikin Rambut Rontok? Ini Kata Dokter

Tren
Dinilai Muluskan Jalan Kaesang, Ini Sosok Penggugat Batas Usia Calon Kepala Daerah

Dinilai Muluskan Jalan Kaesang, Ini Sosok Penggugat Batas Usia Calon Kepala Daerah

Tren
Apa Itu Skala Waktu Greenwich Mean Time (GMT)? Berikut Sejarahnya

Apa Itu Skala Waktu Greenwich Mean Time (GMT)? Berikut Sejarahnya

Tren
Gunung Semeru Hari Ini Erupsi 8 Kali, Tinggi Letusan 400 Meter

Gunung Semeru Hari Ini Erupsi 8 Kali, Tinggi Letusan 400 Meter

Tren
KAI Ancam Pelaku Pelemparan Batu ke Kereta, Bisa Dipidana Penjara Seumur Hidup

KAI Ancam Pelaku Pelemparan Batu ke Kereta, Bisa Dipidana Penjara Seumur Hidup

Tren
5 Wilayah Berpotensi Banjir Rob 1-10 Juni 2024, Mana Saja?

5 Wilayah Berpotensi Banjir Rob 1-10 Juni 2024, Mana Saja?

Tren
Mengapa Anjing Peliharaan Menjulurkan Lidah? Berikut 7 Alasan Umumnya

Mengapa Anjing Peliharaan Menjulurkan Lidah? Berikut 7 Alasan Umumnya

Tren
12 Wilayah yang Berpotensi Kekeringan pada Juni 2024

12 Wilayah yang Berpotensi Kekeringan pada Juni 2024

Tren
Alasan Pekerja yang Sudah Punya Rumah Tetap Harus Jadi Peserta Tapera

Alasan Pekerja yang Sudah Punya Rumah Tetap Harus Jadi Peserta Tapera

Tren
Cara Mengajukan Pinjaman Melalui Layanan Dana Siaga BPJS Ketenagakerjaan, Apa Syaratnya?

Cara Mengajukan Pinjaman Melalui Layanan Dana Siaga BPJS Ketenagakerjaan, Apa Syaratnya?

Tren
Viral, Video Harimau Sumatera Masuk ke Halaman Masjid di Solok, Ini Penjelasan BKSDA

Viral, Video Harimau Sumatera Masuk ke Halaman Masjid di Solok, Ini Penjelasan BKSDA

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com