Presiden Soeharto memimpin selama 32 tahun hingga akhirnya mengundurkan diri pada 1998.
Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatanya karena ketidakstabilan dalam negeri Indonesia, yang salah satunya dipicu oleh krisis moneter yang melanda Asia.
Peristiwa itu turut menghancurkan perekonomian Indonesia, yang memengaruhi segala sendi kehidupan hingga berujung pada demonstrasi dan kerusuhan karena ingin Soeharto turun dari jabatannya sebagai presiden.
Sebanyak 20 mahasiswa Universitas Indonesia (UI) mendatangi Gedung DPR/MPR untuk menyatakan penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban Presiden Soeharto yang disampaikan pada Sidang Umum MPR dan menyerahkan agenda reformasi nasional. Mereka diterima Fraksi ABRI.
8 Maret 1998
Soeharto mengumumkan kesediaannya untuk dicalokan kembali menjadi Presiden RI periode 1998-2003. Protes terhadap rencana pemilihannya tidak dihiraukan.
10 Maret 1998
Di hadapan para pimpinan MPR, Soeharto bersedia menjalankan haluan negara sesuai dengan GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara).
11 Maret 1998
Soeharto resmi dilantik kembali sebagai Presiden RI untuk ketujuh kalinya, di tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan protes keras terhadap pemilihannya.
14 Maret 1998
Presiden Soeharto mengumumkan kabinet baru yang dinamai Kabinet Pembangunan VII.
Presiden Soeharto meminta mahasiswa mengakhiri protes dan kembali ke kampus masing-masing karena sepanjang April mereka melakukan demonstrasi menuntut adanya reformasi politik.
18 April 1998
Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jendral Purn. Wiranto dan 14 menteri Kabinet Pembangunan VII mengadakan dialog dengan mahasiswa di Pekan Raya Jakarta, tetapi banyak perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi menolak dialog tersebut.
1 Mei 1998
Presiden Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dahlan mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003, sesuai GBHN yang telah disepakati.
Pernyataan Menpen Alwi Dahlan dan Mendagri Hartono diralat, kemudian disampaikan bahwa Presiden Soeharto mengatakan reformasi bisa dimulai dan dipaparkan pula langkah-langkah reformasi secara konstitusional.
4 Mei 1998
Tanpa perundingan dengan DPR, pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Tarif Dasar Listrik (TDL).
DPR menolak keputusan pemerintah tentang kenaikan harga BBM dan TDL.
Naiknya harga BBM dan TDL membuat harga kebutuhan pokok lainnya merangkak naik.
5 Mei 1998
Mahasiswa di Medan, Bandung dan Yogyakarta menyambut kenaikan harga BBM dengan demonstrasi besar-besaran.
Demonstrasi berubah menjadi kerusuhan yang mengakibatkan luka, saat para demonstran terlibat bentrok dengan petugas keamanan.
Bentrokan terjadi antara mahasiswa dengan aparat di Universitas Jayabaya, Jakarta, yang mengakibatkan 52 orang cedera dan dua tertembak.
8 Mei 1998
Satu mahasiswa tewas dalam demonstrasi di Yogyakarta, yang dikenal sebagai Tragedi Gejayan 1998.
9 Mei 1998
DPR mendesak secara resmi agar pemerintah meninjau kembali kebijakan kenaikan harga BBM dan TDL.
Presiden Soeharto berangkat ke Kairo, Mesir, untuk menghadiri pertemuan KTT G-15.
12 Mei 1998
Demonstrasi yang diikuti oleh sekitar 6.000 massa dari kalangan mahasiswa, dosen, dan staf, berujung pada tragedi penembakan oleh aparat, yang menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta.
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi, datang ke Kampus Trisakti untuk menyatakan duka cita.
Kerusuhan massa yang disertai perusakan dan pembakaran bangunan mulai melanda sebagian wilayah Jakarta.
Di hadapan masyarakat Indonesia di Kairo, Presiden Soeharto menyatakan ia tidak akan mempertahankan posisinya apabila rakyat sudah tidak menghendaki. Tetapi prosesnya harus dilakukan secara konstitusional.
14 Mei 1998
Kerusuhan, penjarahan, perusakan, dan pembakaran, terjadi di beberapa pusat perbelanjaan di Jabotabek.
Sekitar 500 orang meninggal akibat kebakaran yang terjadi selama kerusuhan.
Presiden Soeharto mempercepat satu hari kunjungannya ke Mesir, yang seharusnya berlangsung hingga 15 Mei.
Presiden Soeharto tiba di Indonesia, dan melalui Menpen Alwi Dahlan membantah dirinya bersedia mengundurkan diri. Suasana Jakarta masih mencekam, toko-toko banyak yang tutup dan sebagian besar warga masih takut keluar rumah.
Pemerintah menurunkan harga BBM dan TDL.
16 Mei 1998
Warga asing berbondong-bondong kembali ke negeri mereka di tengah suasana Jabotabek yang masih mencekam.
Ketua DPR/MPR Harmoko usai bertemu Presiden Soeharto mengumumkan rencana presiden untuk melakukan reshuffle kabinet.
18 Mei 1998
Delegasi masyarakat dan mahasiswa dari puluhan perguruan tinggi memasuki Gedung DPR/MPR, beberapa di antaranya diterima fraksi-fraksi.
Massa terus bertambah hingga sekitar 2.000 orang. Mereka menuntut dilakukan Sidang Istimewa MPR serta pencabutan mandat MPR terhadap Presiden Soeharto.
Ketua DPR/MPR mengumumkan hasil rapat pimpinan MPR/DPR dan meminta agar Presiden Soeharto sebaiknya mengundurkan diri. Namun, Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto mengatakan permintaan Harmoko tidak memiliki landasan hukum yang kuat, dan menyarankan agar dibentuk Dewan Reformasi.
Menanggapi imbauan MPR/DPR, Presiden Soeharto berujar akan menjawab sendiri persoalan itu.
Presiden Soeharto memanggil sembilan tokoh Islam seperti Nurcholis Madjid, Abdurachman Wahid, Malik Fajar, dan KH Ali Yafie ke Istana Merdeka.
Dalam pertemuan yang berlangsung selama hampir 2,5 jam, para tokoh membeberkan situasi terakhir, yakni masyarakat dan mahasiswa tetap menginginkan Soeharto mundur.
Pimpinan DPR dengan dukungan penuh pemimpin empat fraksi, menyurati Presiden Soeharto untuk mengadakan konsultasi dan menekankan bahwa proses pengunduran dirinya dilakukan secara konstitusional.
Di saat yang sama, ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR, bahkan hingga ke kubah gedung.
Presiden Soeharto mengajukan pembentukan Komite Reformasi dan menegaskan bahwa ia tidak bersedia lagi dicalonkan sebagai presiden.
Meski pernyataan itu mampu sedikit mengangkat harga saham dan nilai tukar rupiah, tetapi tidak mampu meredam amarah massa, yang menginginkan Presiden Soeharto untuk lengser saat itu juga.
Amien Rais, Ketua Umum PP Muhammadiyah saat itu, mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional (Monas) untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei, sekaligus mendesak Soeharto mundur.
Sejak pukul 02.00 WIB, jalur jalan menuju Lapangan Monas telah diblokade petugas dengan pagar kawat berduri untuk mencegah massa.
Amien Rais meminta massa tidak jadi datang ke Lapangan Monas setelah mendapat telepon dari Mabes TNI, karena dikhawatirkan akan terjadi bentrok dengan aparat.
Ribuan mahasiswa pada akhirnya kembali bertahan dan menduduki Gedung MPR/DPR. Mereka terus mendesak agar Soeharto mundur.
Pimpinan DPR masih menunggu jawaban dari Presiden Soeharto tentang permintaan untuk mengadakan konsultasi, tetapi mahasiswa tidak sabar.
Pimpinan Dewan berjanji apabila presiden tidak segera menanggapi, maka Pimpinan MPR/DPR akan mengundak fraksi-fraksi MPR untuk membahas kemungkinan SIdang Istimewa MPR.
Di saat yang sama, gerakan reformasi semakin bergelora. Ratusan seniman juga menggelar aksi damai di halaman Taman Ismail Marzuki Jakarta.
Sekitar pukul 23.00 WIB, Ketua DPR menerima telepon dari ajudan presiden yang mengemukakan bahwa Pimpinan Dewan akan diterima konsultasi oleh Presiden Soeharto di Istana pada 21 Mei pukul 09.00 WIB.
Saat itu juga, Ketua DPR mencari informasi dengan menelepon Wakil Presiden BJ Habibie, dan diberitahukan bahwa pada 21 Mei 1998, Wakil Presiden akan mengucap sumpah jabatan sebagai Presiden RI.
Pada 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB di Credentials Room di Istana Merdeka, Jakarta, Soeharto mengumumkan mundur dari kursi Presiden RI.
Dalam pidatonya, Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan Presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada BJ Habibie, Wakil Presiden RI kala itu.
Begitu Soeharto selesai mengumumkan pernyataan berhenti, Wakil Presiden Habibie mengucapkan sumpah di depan Mahkamah Agung.
Pimpinan DPR mengucapkan selamat kepada Presiden BJ Habibie, sebelum menghadapi pers.
Di depan pers, Ketua DPR menyatakan bahwa peristiwa berhentinya presiden dan pengucapan sumpah wakil presiden sebagai presiden di hadapan Mahkamah Agung sah secara konstitusi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Transmigrasi di Indonesia, Riwayat Pemerataan dan Kesejahteraanhttps://www.kompas.com/stori/read/2023/05/15/210853079/transmigrasi-di-indonesia-riwayat-pemerataan-dan-kesejahteraanhttps://asset.kompas.com/crops/coFsNy6nuwV9l19DhWBWmdKypc8=/22x0:2223x1467/195x98/data/photo/2022/08/25/6306e658dc900.jpg