Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rusia Mulai Perkenalkan Wajib Militer Elektronik, Tutup Celah Warga Kabur

Kompas.com - 12/04/2023, 07:45 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

Sumber Reuters

MOKSWA, KOMPAS.com - Para anggota parlemen Rusia pada Selasa (11/4/2023) mulai membuat sistem wajib militer elektronik.

Hal itu dilakukan untuk mencoba menggagalkan warga negara melarikan diri ke luar negeri, seperti yang banyak dilakukan pada tahun lalu ketika mereka dipanggil berperang di Ukraina.

Langkah tersebut menjadi bagian dari desakan Rusia untuk menyempurnakan sistem yang telah dipakai guna memperkuat pasukan militernya di Ukraina.

Baca juga: Rusia Diduga Palsukan Dokumen AS yang Bocor tentang Perang Ukraina

Rancangan rezim baru akan menutup banyak celah yang dapat dieksploitasi oleh para pengelak.

Selain itu, rancangan itu akan memberi Rusia infrastruktur organisasi untuk melakukan kampanye mobilisasi yang jauh lebih menyeluruh serta lebih luas jika dan ketika Rusia memutuskan untuk melakukannya.

Aturan baru juga akan berlaku untuk kampanye wajib militer Rusia yang berlangsung dua kali setahun untuk pria berusia 18 hingga 27 tahun.

Meski demikian, pejabat pemerintah Rusia menyatakan, saat ini tidak ada rencana untuk memaksa lebih banyak orang bertempur di Ukraina lewat panggilan baru.

Dikutip dari Kantor berita Reuters, Duma Negara, majelis rendah Rusia, telah menyetujui undang-undang yang diperlukan dalam dua pemungutan suara terpisah secepat kilat pada Selasa dengan suara bulat.

Namun, perubahan tersebut masih perlu disetujui oleh majelis tinggi parlemen Rusia -yang juga diperkirakan akan mendukungnya dengan selisih besar- dan oleh Presiden Vladimir Putin, sebelum diberlakukan. Kedua langkah itu diperkirakan akan terjadi dalam beberapa hari mendatang.

Baca juga: Presiden Belarus Minta Rusia Jamin Negaranya jika Diserang

Rusia mengatakan telah memobilisasi lebih dari 300.000 orang pada tahun lalu untuk membantu jalannya perang yang disebutnya sebagai "operasi militer khusus" di Ukraina. Tetapi, Rusia sekarang berfokus pada upaya merekrut tentara sukarelawan profesional melalui kampanye iklan.

"Kita perlu menyempurnakan dan memodernisasi sistem panggilan militer, mengingat masalah yang dialami tahun lalu dengan kampanye mobilisasi," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov dalam jumpa pers pada Selasa sebelum pemungutan suara.

Keputusan awal untuk memperkenalkan mobilisasi untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia 2 telah mendorong puluhan ribu pria wajib militer melarikan diri ke luar negeri, sementara beberapa protes pecah di beberapa kota Rusia.

Perubahanya

Hingga saat ini, draf pemberitahuan wajib militer di Rusia masih harus disampaikan secara langsung.

Tetapi, perekrut terkadang kesulitan untuk mengirimkan surat-surat atau bahkan untuk mengetahui apakah alamat orang yang terkena wajib militer sudah benar.

Beberapa calon wajib militer berhasil menghindari perintah wajib militer dengan menolak menerima pemberitahuan.

Baca juga: Rusia Diduga Palsukan Dokumen AS yang Bocor tentang Perang Ukraina

Di bawah rancangan sistem baru, surat panggilan akan dikirim secara elektronik ke rekening pribadi calon wajib militer di portal utama pemerintah.

Pemberitahuan wajib militer akan dianggap telah disampaikan segera setelah dikirim, sebagai upaya untuk mengakhiri kesempatan bagi warga laki-laki untuk melarikan diri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Tanggapi Pertemuan Putin-Xi Jinping, Gedung Putih: Bagus untuk Mereka

Tanggapi Pertemuan Putin-Xi Jinping, Gedung Putih: Bagus untuk Mereka

Global
Pasukan Israel Temukan 3 Jenazah Sandera di Gaza

Pasukan Israel Temukan 3 Jenazah Sandera di Gaza

Global
Penembakan di Afghanistan, 3 Turis Spanyol Tewas, 7 Lainnya Terluka

Penembakan di Afghanistan, 3 Turis Spanyol Tewas, 7 Lainnya Terluka

Global
[POPULER GLOBAL] Spanyol Tolak Kapal Bawa 27 Ton Bahan Peledak | Pasokan Medis Tak Bisa Masuk Gaza

[POPULER GLOBAL] Spanyol Tolak Kapal Bawa 27 Ton Bahan Peledak | Pasokan Medis Tak Bisa Masuk Gaza

Global
WHO: Tak Ada Pasokan Medis Masuk ke Gaza Selama 10 Hari

WHO: Tak Ada Pasokan Medis Masuk ke Gaza Selama 10 Hari

Global
PM Slovakia Jalani Operasi Baru, Kondisinya Masih Cukup Serius

PM Slovakia Jalani Operasi Baru, Kondisinya Masih Cukup Serius

Global
Warga Sipil Israel Kembali Berulah, Truk Bantuan di Tepi Barat Dibakar

Warga Sipil Israel Kembali Berulah, Truk Bantuan di Tepi Barat Dibakar

Global
13 Negara Ini Desak Israel agar Menahan Diri dari Invasinya ke Rafah

13 Negara Ini Desak Israel agar Menahan Diri dari Invasinya ke Rafah

Global
Kera Tergemuk di Thailand Mati karena Sering Diberi Permen dan Minuman Manis

Kera Tergemuk di Thailand Mati karena Sering Diberi Permen dan Minuman Manis

Global
Israel: Kasus Genosida di Pengadilan PBB Tak Sesuai Kenyataan

Israel: Kasus Genosida di Pengadilan PBB Tak Sesuai Kenyataan

Global
Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Internasional
Korut Tembakkan Rudal Balistik Tak Dikenal, Ini Alasannya

Korut Tembakkan Rudal Balistik Tak Dikenal, Ini Alasannya

Global
Siapa 'Si Lalat' Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Siapa "Si Lalat" Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Internasional
Tekno-Nasionalisme Xi Jinping dan Dampaknya pada Industri Global

Tekno-Nasionalisme Xi Jinping dan Dampaknya pada Industri Global

Global
2 Polisi Malaysia Tewas Ditembak dan Diserang, Pelaku Disebut Terafiliasi Jemaah Islamiyah

2 Polisi Malaysia Tewas Ditembak dan Diserang, Pelaku Disebut Terafiliasi Jemaah Islamiyah

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com