Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PLTU Mulai Ditinggalkan, Asia Tenggara Perlu Siapkan Langkah Transisi Energi

Kompas.com - 08/08/2022, 17:31 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Sumber Rilis

JAKARTA, KOMPAS.com – Sejumlah negara mulai beralih dari membiayai proyek-proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara menjadi investasi ke energi terbarukan.

Transformasi ini akan memberikan implikasi dan tantangan yang perlu disiasati oleh negara tujuan investasi energi fosil di kawasan Asia Tenggara.

China, Jepang, dan Korea Selatan merupakan tiga negara terbesar yang membiayai proyek energi fosil di Asia Tenggara.

Baca juga: 5 PLTU Batu Bara Terbesar di Dunia

Sebanyak 123 gigawatt PLTU batu bara yang beroperasi di luar China mendapat dukungan finansial ataupun dukungan engineering, procurement, dan construction (EPC) dari Beijing. Proyek-proyek energi fosil tersebut sebagian besar dibangun dalam dua dekade terakhir.

Tetapi, pada September 2021, Presiden China Xi Jinping berjanji ntuk mendukung negara berkembang yang akan bertransisi energi ke energi terbarukan.

Dia menambahkan, China tidak akan membiayai lagi pembangunan PLTU batu bara baru di luar negeri. Sejak janji ini dikumandangkan, sebanyak 12,8 gigawatt PLTU batu bara yang semula direncanakan akan dibangun, dibatalkan.

Selain itu, beberapa perusahaan dan institusi keuangan dalam negeri China juga menghentikan pembiayaan untuk proyek batu bara.

Baca juga: Kejar Target Energi Terbarukan, Asia Tenggara Perlu Kerja Sama

Contohnya, Bank of China (BOC) berhenti membiayai proyek penambangan batu bara dan PLTU batu bara baru di luar negeri, kecuali untuk proyek-proyek yang telah menandatangani perjanjian pinjaman.

Ada pula Tsingshan Holding Group, pemain utama di kawasan industri luar negeri terutama di industri baja, mengumumkan tidak akan membangun PLTU batu bara baru di luar negeri.

Analis dari Center for Research on Energy and Clean Air Isabella Suarez mengungkapkan, untuk kali pertamanya, pernyataan Xi dituangkan dalam kebijakan dalam negeri China.

Hal itu Suarez sampaikan dalam webinar bertajuk Status Transisi Energi di Asia Tenggara yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR), 29 Juli.

Tidak hanya itu, berkembang pula wacana untuk mengembangkan secara bersama implementasi pembangunan hijau dalam kerangka Belt and Road Initiatives (BRI).

Baca juga: ADB Bantu Indonesia dan Filipina Pensiunkan 50 Persen PLTU Batu Bara

Menurut Isabella, hal yang perlu China lakukan untuk memastikan janjinya terlaksana adalah menentukan jangka waktu dan target pencapaiannya, sebagaimana rilis yang diterima Kompas.com dari IESR.

Di sisi lain, negara yang selama ini mendapat pembiayaan proyek energi fosil perlu memulai untuk melakukan pembatalan pembangunan PLTU batu bara.

“Selain itu, juga perlu mengarahkan pembiayaan internasional ke energi terbarukan yang lebih hijau, infrastruktur, efisiensi jaringan, serta mengimplementasi pembangunan hijau dalam BRI,” ucap Suarez.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com