Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nuklir Bisa untuk Obati Kanker Tiroid, Apa Itu, Bagaimana Prosesnya?

Kompas.com - 12/05/2024, 14:30 WIB
Laksmi Pradipta Amaranggana,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Unggahan mengenai terapi nuklir yang disebut-sebut dapat untuk menyembuhkan penyakit tiroid, beredar di media sosial. 

Informasi yang diunggah akun Instagram @mood.jakarta, Selasa (7/5/2024) memperlihatkan perempuan awalnya memiliki benjolan besar di bagian leher, terlihat sudah kempis setelah disebut terapi nuklir.

“Siapa yang baru tau kalo nuklir bisa jadi obat tiroid juga?” bunyi keterangan unggahan tersebut.

Hingga Kamis (9/5/2024), unggahan disertai foto tersebut sudah mendapatkan 269 komentar warganet.

Dari penelusuran Kompas.com, unggahan tersebut berasal dari akun Instagram Rumah Sakit Mandaya Royal Hospital Puri, Parung Jaya, Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang, Banten.

Baca juga: PBB Tuntut Transparansi Jepang yang Buang Limbah Nuklir ke Laut

Teknologi kedokteran nuklir untuk hipertiroid

Dokter spesialis kedokteran nuklir di Mandaya Royal Hospital Puri Eko Purnomo mengatakan, perempuan dalam unggahan tersebut merupakan pasien yang dia tangani sejak 6 Februari 2024. 

Pasien tersebut merupakan wanita berusia 34 tahun asal Sumatera dan sudah merasakan sakit selama 13 tahun.

Sebelumnya pasien tersebut diberikan pilihan minum obat atau menjalani operasi.

Namun karena sudah terlalu lama minum obat dan tidak mau operasi, akhirnya pasien dirujuk ke Mandaya Royal Hospital Puri.

“Keluhan awal pasien sering merasa tremor, jantung berdebar, cepat lelah, sering kepanasan, berat badan juga turun drastis. Menjadi kurus walaupun pasien menyatakan makannya cukup banyak,” ungkap Eko kepada Kompas.com, Rabu (8/5/2024).

Selain itu, ada juga keluhan mata yang agak menonjol dan merupakan salah satu komplikasi dari hipertiroid.

Ketua Perhimpunan Kedokteran Nuklir dan Teranostik Molekuler Indonesia (PKN-TMI) itu juga menuturkan, obat anti tiroid yang diminum pasien sudah cukup tinggi dan dikonsumsi selama bertahun-tahun.

Setelah datang ke Mandaya Royal Hospital Puri, Eko melakukan pemeriksaan laboratorium lengkap dan hasilnya pasien memang terkena hipertiroid.

“Hormon tiroidnya boleh dibilang hampir lima kali lipat dari ukuran normal. Jadi sangat tinggi, artinya positif hipertiroid. Kemudian kami juga scan, dari hasil scan menunjukkan positif hipertiroid yang sudah kronis,” jelas Eko.

Ablasi nuklir untuk hipertiroid

Eko kemudian menjelaskan kepada pasien bahwa saat ini ia memiliki tiga opsi untuk penyembuhan, yaitu operasi, minum obat, atau melakukan ablasi nuklir.

Operasi ablasi nuklir merupakan salah satu jenis pengobatan nuklir yang menggunakan zat radioaktif yodium-131 untuk mematikan sel-sel tiroid yang tumbuh di luar kontrol.

Tindakan ini merupakan terapi yang dapat mengatasi gangguan pada kelenjar tiroid, baik yang jinak maupun ganas, tanpa operasi.

Terapi ablasi nuklir dapat digunakan untuk mengobati hipertiroid dan kanker tiroid. Untuk kanker tiroid, terapi ini dapat digunakan sebagai tindakan lanjutan setelah operasi pengangkatan kanker tiroid.

Tujuannya adalah untuk menghilangkan sisa-sisa jaringan sel kanker tiroid yang berpotensi menyebabkan kekambuhan di kemudian hari.

Terapi ablasi nuklir menggunakan dosis rendah zat radioaktif yang aman bagi tubuh. Pasien dengan terapi ablasi untuk kanker tiroid harus diisolasi selama lima hari karena dosis yang diberikan besar, antara 100-150 mCi.

Kemudian pada Kamis (15/2/2024), pasien menjalani terapi ablasi nuklir dan kondisinya sudah berangsur pulih dengan benjolan di leher mengecil.

Tak hanya benjolannya, pasien juga merasakan emosinya mulai normal dan berat badan perlahan sudah mulai naik.

“Pasien ini baru melakukan ablasi nuklir satu kali dan baru dua bulan berlalu. Jadi masih dalam masa evaluasi. Respons tiap pasien berbeda-beda, tapi target (kesembuhan) tiga bulan nantinya,” kata Eko.

 

Baca juga: Reaktor Fusi Nuklir Terbesar di Dunia Resmi Beroperasi di Jepang, Disebut Matahari Buatan

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com