Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

18 Bulan Berlalu, Thailand Akan Kembali Larang Ganja untuk Rekreasi

Kompas.com - 12/01/2024, 10:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah Thailand segera mengeluarkan undang-undang baru yang melarang penggunaan ganja untuk tujuan rekreasi.

Padahal 18 bulan lalu Thailand menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang melegalkan ganja untuk rekreasi.

Diberitakan CNN, Rabu (10/1/2024), dekriminalisasi ganja menyebabkan industri cannabis yang menguntungkan bagi penduduk lokal berkembang pesat di Thailand.

Baca juga: Perjalanan Panjang Legalisasi Ganja Medis di Indonesia


Konsumsi ganja untuk rekreasi

Sebagai negara yang mendekriminalisasi pada pertengahan 2022, Thailand melahirkan industri yang diperkirakan bernilai hingga 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 18,6 triliun dalam beberapa tahun ke depan.

Keuntungan tersebut diperoleh seiring maraknya apotek, spa, restoran, dan festival yang menyajikan ganja untuk dikonsumsi.

Namun, pemerintahan koalisi baru yang berkuasa pada akhir tahun lalu telah berjanji untuk memperketat peraturan.

Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin menentang penggunaan ganja di tengah kekhawatiran penyalahgunaan narkoba.

Pada September lalu, sesaat setelah dilantik, Thavisin berjanji pemerintahan barunya akan memperbaiki undang-undang tentang ganja dalam enam bulan ke depan.

"Kami merancang undang-undang ini untuk melarang penggunaan ganja yang salah," ujar Menteri Kesehatan Cholnan Srikaew, dikutip dari Channel News Asia, Rabu.

"Semua penggunaan rekreasi adalah salah," ungkapnya.

Pemerintah juga memastikan akan mengembalikan kondisi seperti sedia kala, dengan hanya mengizinkan penggunaan ganja untuk keperluan medis.

Baca juga: 10 Tanaman yang Dapat Memengaruhi Pikiran Selain Ganja

Rencana hukuman penggunaan ganja untuk rekreasi

Pemerintah Thailand membagikan satu juta tanaman ganja kepada rakyat.BBC INDONESIA Pemerintah Thailand membagikan satu juta tanaman ganja kepada rakyat.

Rancangan undang-undang yang diterbitkan Kementerian Kesehatan Thailand pada Selasa (9/1/2024) menguraikan, ganja dan produk olahannya akan dibatasi hanya untuk penggunaan medis.

Denda besar maupun hukuman penjara hingga tiga tahun pun mengintai orang-orang yang melanggar aturan penggunaan ganja.

Undang-undang ini menetapkan denda hingga 60.000 baht atau sekitar Rp 26,6 juta untuk orang yang menggunakan ganja dengan tujuan rekreasi.

Sementara itu, iklan atau kampanye pemasaran mengenai produk ini dapat dikenakan hukuman penjara hingga satu tahun atau denda mencapai 100.000 baht atau Rp 44,4 juta.

Undang-undang turut memperberat hukuman bagi industri pertanian ganja tanpa izin, dengan hukuman penjara satu sampai tiga tahun serta denda mulai dari 20.000 baht (Rp 8,8 juta) hingga 300.000 baht (Rp 133 juta).

Namun demikian, nasib toko-toko dan apotek yang menawarkan ganja masih belum diatur dengan jelas.

Demikian pula dengan risiko orang-orang yang menanam ganja dalam skala rumah tangga, yang sebelumnya diperbolehkan setelah memberi tahu pihak berwenang meski tanpa izin resmi.

Di sisi lain, masyarakat memiliki batas waktu untuk memberikan masukan terhadap rancangan undang-undang terkait ganja hingga 23 Januari 2024.

Selanjutnya, kabinet akan mempertimbangkan rancangan undang-undang dan saran yang diterima sebelum diajukan ke parlemen untuk pembahasan lebih lanjut.

Baca juga: Perjalanan Legalisasi Ganja di Thailand

Ganja untuk rekreasi legal pada Juni 2022

Terhitung 9 Juni 2022, Thailand melegalkan penanaman ganja dan konsumsi ganja di dalam makanan dan minuman.

Kebijakan ini menyusul legalisasi ganja untuk obat pada 2018 yang bermula dari tradisi menghilangkan rasa sakit dan kelelahan.

Kendati demikian, Thailand belum melegalkan rokok ganja, sehingga kegiatan ini termasuk tindakan ilegal dan melanggar hukum di sana.

Sesaat setelah dilegalkan, seperti dilaporkan Kompas.com, Kamis (9/6/2022), antrean pembeli mengular di gerai yang menjual minuman, permen, dan makanan lain yang mengandung ganja.

Legalisasi penanaman ganja dan konsumsinya untuk makanan pun disambut baik oleh kelompok pro-ganja.

"Setelah Covid-19, ekonomi menurun, kami benar-benar membutuhkan ini," kata Chokwan Kitty Chopaka, pemilik toko yang menjual permen karet ganja.

Namun, saat itu, pihak berwenang tetap akan mencegah ledakan penggunaan ganja dengan menerapkan sejumlah pembatasan.

Salah satunya adalah batasan ekstraksi kadar senyawa psikoaktif ganja, tetrahydrocannabinol (THC), yang tidak lebih dari 0,2 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

[POPULER TREN] Beda Penampilan Sandra Dewi Saat Diperiksa | Peringatan Dini Kekeringan di Jateng

[POPULER TREN] Beda Penampilan Sandra Dewi Saat Diperiksa | Peringatan Dini Kekeringan di Jateng

Tren
Viral, Video Pelajar di Yogyakarta Dikepung Usai Tertinggal Rombongan

Viral, Video Pelajar di Yogyakarta Dikepung Usai Tertinggal Rombongan

Tren
Daftar Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit yang Tidak Menerapkan KRIS

Daftar Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit yang Tidak Menerapkan KRIS

Tren
Pohon Purba Beri Bukti Musim Panas 2023 adalah yang Terpanas dalam 2.000 Tahun

Pohon Purba Beri Bukti Musim Panas 2023 adalah yang Terpanas dalam 2.000 Tahun

Tren
7 Makanan Tinggi Kalori yang Menyehatkan, Cocok untuk Menaikkan Berat Badan

7 Makanan Tinggi Kalori yang Menyehatkan, Cocok untuk Menaikkan Berat Badan

Tren
Sosok Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta Uang ke Pejabat Kementan untuk Aksesori Mobil

Sosok Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta Uang ke Pejabat Kementan untuk Aksesori Mobil

Tren
Sejumlah Pemerintah Daerah Larang dan Batasi 'Study Tour', Pengamat Pendidikan: Salah Sasaran

Sejumlah Pemerintah Daerah Larang dan Batasi "Study Tour", Pengamat Pendidikan: Salah Sasaran

Tren
Gerbang Dunia Bawah di Siberia Semakin Terbuka Lebar Imbas Es Mencair

Gerbang Dunia Bawah di Siberia Semakin Terbuka Lebar Imbas Es Mencair

Tren
Viral, Video Penumpang KRL Terperosok Celah Peron Stasiun Sudirman

Viral, Video Penumpang KRL Terperosok Celah Peron Stasiun Sudirman

Tren
WNA Rusia Mengaku Dideportasi Usai Ungkap Kasus Narkoba, Ini Kata Polda Bali dan Imigrasi

WNA Rusia Mengaku Dideportasi Usai Ungkap Kasus Narkoba, Ini Kata Polda Bali dan Imigrasi

Tren
Video Viral Petugas Dishub Medan Disebut Memalak Pedagang Martabak, Ini Faktanya

Video Viral Petugas Dishub Medan Disebut Memalak Pedagang Martabak, Ini Faktanya

Tren
21 Layanan yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024, Apa Saja?

21 Layanan yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024, Apa Saja?

Tren
Rincian Penerimaan Gratifikasi Rp 23,5 Miliar Eks Kepala Bea Cukai DIY Eko Darmanto

Rincian Penerimaan Gratifikasi Rp 23,5 Miliar Eks Kepala Bea Cukai DIY Eko Darmanto

Tren
Persib Bandung Gandeng Pinjol sebagai Sponsor, Bagaimana Aturannya?

Persib Bandung Gandeng Pinjol sebagai Sponsor, Bagaimana Aturannya?

Tren
Berkaca pada Kasus Anak Depresi karena HP-nya Dijual, Psikolog: Kenali Bocah yang Berpotensi Depresi

Berkaca pada Kasus Anak Depresi karena HP-nya Dijual, Psikolog: Kenali Bocah yang Berpotensi Depresi

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com