Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tangis Pilu Asfiyatun, Divonis 5 Tahun Penjara Usai Terima Paket Ganja Pesanan Anaknya

Kompas.com - 31/07/2023, 20:15 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu (28/7/2023) menjatuhkan vonis 5 tahun penjara kepada Asfiyatun (60), seorang warga asal Kelurahan Pegirikan, Kecamatan Semampir, Surabaya, Jawa Timur.

Majelis hakim memutuskan, Asfiyatun terbukti melakukan tindak pidana pelanggaran Pasal 111 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Asfiyatun Alias Bu As Binti Abdul Latif terbukti bersalah secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana dalam dakwaan Alternatif Kedua Penuntut Umum melanggar Pasal 111 ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2009," kata Ketua Majelis Hakim Parta Bargawa, dikutip dari pemberitaan Kompas.com (29/7/2023).

"Menjatuhkan pidana selama 5 tahun dan denda Rp 2 miliar subsider 4 bulan penjara," sambungnya.

Vonis itu pun langsung disambut tangisan Asfiyatun yang terkulai lemas di atas kursi pesakitannya.

Asfiyatun yang sehari-harinya berjualan gorengan keliling itu ditangkap polisi setelah menerima paket ganja anaknya.

Ia pun bersikeras tidak mengetahui bahwa paket tersebut berisi ganja.

Kepada hakim, Asfiyatun merasa kecewa karena telah dijebak anaknya yang bernama Santoso, terpidana kasus narkoba yang kini mendekam di Lapas Semarang, Jawa Tengah.

Baca juga: Upaya Amsterdam Ubah Citra dari Kota Seks dan Ganja


Kronologi kejadian

Peristiwa ini bermula ketika Santoso memesan 17 kilogram ganja dari Lampung dan dikirimkan ke rumah ibunya di Surabaya.

Pemesanan ganja itu dilakukan oleh Santoso di balik jeruji besi.

Selanjutnya, rumah Asfiyatun didatangi oleh seseorang berinisial P yang kini berstatus buron.

Kepada Asfiyatun, P mengaku telah memesan paket ganja kepada Santoso dan telah membayar senilai Rp 23,5 juta. Namun, barang pesanan itu tak kunjung datang.

Asfiyatun juga terkejut dan mengaku tak mengetahui kejadian tersebut.

Karena paket tak kunjung datang, P kembali mendatangi rumah Asfiyatun tiga hari kemudian bersama Pi (DPO).

P pun menghubungi Santoso melalui ponsel Pi, tetapi tidak berhasil karena ponsel nonaktif. P kemudian menghubungi K (DPO) untuk menanyakan pesanannya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com