Adapun, SKTT adalah surat yang wajib dimiliki warga asing sebagai syarat untuk tinggal di Indonesia.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 48 Ayat (1) Undang-undang No. 6 Tahun 2011 yang mengatur bahwa WNA wajib memiliki izin tinggal.
Baca juga: Asal-usul Etnis Rohingya dan Kenapa Mengungsi dari Myanmar dan Bangladesh?
Bila pengungsi Rohingya sudah mengantongi ITAS, mereka juga tidak serta-merta bisa meminta dibuatkan e-KTP.
Mereka harus mengajukan permohonan KITAP ke Ditjen Imigrasi dan menerima persetujuan.
"Dengan dasar SK ITAP tersebut, kemudian nanti Dinas Dukcapil akan bisa menerbitkan KK dan KTP-el," tutur Teguh.
Teguh menerangkan, e-KTP untuk WNA, termasuk pengungsi Rohingya, berbeda dengan warga negara Indonesia (WNI).
E-KTP untuk WNA memiliki warna oranye, sedangkan e-KTP untuk WNI memiliki warna biru.
"Tentu saja harus ada beberapa form yang perlu diisi," pungkas Teguh.
Baca juga: Polemik Penampungan Pengungsi Rohingya di Indonesia, Ditolak Warga tapi Dipuji UNHCR
Terpisah, Ketua Penanggung Jawab Identitas Kependudukan dan Penduduk Rentan Ditjen Dukcapil Ahmad Ridwan mengatakan, kewajiban WNA, termasuk pengungsi Rohingya, memiliki ITAS dan KITAP sudah diatur dalam UU, yakni:
Ridwan juga mengatakan, proses pengungsi Rohingya mendapatkan KITAP tidaklah mudah.
Mereka diharuskan mengikuti interview oleh Ditjen Imigrasi lalu menunggu koordinasi antara Ditjen Imigrasi dengan Ditjen Dukcapil.
"Kita juga koordinasi, bener dikeluarkan ini KITAP, (jika) benar dan ada surat bukti tanda tangan Imigrasi dan lain-lain baru kita regulasi menerbitkan KK orang asing dan KTP orang asing," jelas Ridwan kepada Kompas.com, Sabtu.
Baca juga: Debar-debar Pengungsi Rohingya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.