KOMPAS.com - Media sosial X diramaikan dengan video seorang pengungsi Rohingya berinisial NI meminta tolong agar dibuatkan e-KTP.
Hal tersebut diperbincangkan warganet setelah diunggah oleh akun @sosmedkeras pada Jumat (22/12/2023).
Dalam unggahan, NI yang disebutkan sudah tinggal selama 23 tahun di Indonesia mendatangi Kantor Dukcapil Makassar.
Ia juga membawa anggota keluarganya dengan harapan bisa memperoleh e-KTP.
"Sudah tahun 91 sampai sekarang saya ditangani UNHCR. Tapi, saya minta tolong dari pemerintah sini, tolonglah puluhan tahun saya sudah tinggal di sini, harus saya minta warga negara (Indonesia)," ujar NI.
Sayangnya usaha NI tidak membuahkan hasil. Kantor Dukcapil Makassar menolak menerbitkan e-KTP untuk NI.
Kantor Dukcapil Makassar beralasan, pihaknya tidak dapat mengeluarkan e-KTP untuk NI yang merupakan pengungsi Rohingya karena ia tidak memiliki Izin Tinggal Terbatas (ITAS) dan Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP).
Hingga Sabtu (23/12/2023), unggahan soal pengungsi Rohingya minta dibuatkan e-KTP sudah ditayangkan sebanyak 569.000 kali.
Respons Dirjen Dukcapil
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil Kemendagri) Teguh Setyabudi angkat bicara mengenai beredarnya video pengungsi Rohingya meminta dibuatkan e-KTP di Makassar.
Ia mengatakan, Dukcapil tidak bisa seketika menerbitkan e-KTP untuk warga negara asing (WNA), termasuk Rohingya.
"Jadi, untuk pengungsi Rohingya untuk mendapatkan KTP-el itu ada prosesnya," ujar Teguh kepada Kompas.com, Sabtu.
Pengungsi Rohingya harus ikuti aturan
Teguh menjelaskan, pengungsi Rohingya diharuskan mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia.
Pertama, mereka diharuskan mengajukan permohonan ITAS kepada Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
"Selanjutnya, Ditjen Imigrasi Kemenkumham memproses, dan kalau ada persetujuan maka akan menerbitkan SK ITAS tersebut untuk pengungsi Rohingya," terang Teguh.
Bila mereka telah mengantongi ITAS, maka Dukcapil dapat menerbitkan Surat Keterangan Tempat Tinggal (SKTT).
Adapun, SKTT adalah surat yang wajib dimiliki warga asing sebagai syarat untuk tinggal di Indonesia.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 48 Ayat (1) Undang-undang No. 6 Tahun 2011 yang mengatur bahwa WNA wajib memiliki izin tinggal.
Pengajuan permohonan KITAP
Bila pengungsi Rohingya sudah mengantongi ITAS, mereka juga tidak serta-merta bisa meminta dibuatkan e-KTP.
Mereka harus mengajukan permohonan KITAP ke Ditjen Imigrasi dan menerima persetujuan.
"Dengan dasar SK ITAP tersebut, kemudian nanti Dinas Dukcapil akan bisa menerbitkan KK dan KTP-el," tutur Teguh.
Teguh menerangkan, e-KTP untuk WNA, termasuk pengungsi Rohingya, berbeda dengan warga negara Indonesia (WNI).
E-KTP untuk WNA memiliki warna oranye, sedangkan e-KTP untuk WNI memiliki warna biru.
"Tentu saja harus ada beberapa form yang perlu diisi," pungkas Teguh.
Cara mendapatkan KITAP tidak mudah
Terpisah, Ketua Penanggung Jawab Identitas Kependudukan dan Penduduk Rentan Ditjen Dukcapil Ahmad Ridwan mengatakan, kewajiban WNA, termasuk pengungsi Rohingya, memiliki ITAS dan KITAP sudah diatur dalam UU, yakni:
Ridwan juga mengatakan, proses pengungsi Rohingya mendapatkan KITAP tidaklah mudah.
Mereka diharuskan mengikuti interview oleh Ditjen Imigrasi lalu menunggu koordinasi antara Ditjen Imigrasi dengan Ditjen Dukcapil.
"Kita juga koordinasi, bener dikeluarkan ini KITAP, (jika) benar dan ada surat bukti tanda tangan Imigrasi dan lain-lain baru kita regulasi menerbitkan KK orang asing dan KTP orang asing," jelas Ridwan kepada Kompas.com, Sabtu.
https://www.kompas.com/tren/read/2023/12/23/203000265/ramai-soal-pengungsi-rohingya-minta-dibuatkan-e-ktp-ini-kata-dukcapil