Sementara syarat minimal NaCl pada garam untuk kebutuhan industri farmasi dan kosmetik sebesar 99 persen.
"Masalahnya, garam tradisional yang dihasilkan petani tambak garam rata-rata NaCl 80-90 persen," ungkapnya.
Kadar NaCl di garam tersebut bahkan terkadang hanya mencapai 60 persen pada saat musim hujan.
Padahal, menurut Amin, garam yang bisa digunakan sebagai bahan makanan, farmasi, ataupun kosmetik harus memenuhi standar SNI.
Baca juga: Ramai soal Mukbang Garam, Ini Batas Konsumsi Harian dan Bahaya Konsumsi Garam Berlebih
Di sisi lain, Amin mengungkapkan, penggunaan garam tidak hanya dilihat dari kadar NaCl yang memenuhi standar. Namun, mineral pengotor garam, seperti kalsium, magnesium, dan sulfat juga harus minimal.
"Banyak (mineral pengotor di air laut Indonesia) sehingga harus diperhatikan juga untuk pemanfaatan garam," terangnya.
Amin menjelaskan, kandungan garam Indonesia rendah NaCl, tapi tinggi mineral pengotor disebabkan kondisi lingkungannya.
Sebagai contoh, keberadaan hujan dapat menurunkan konsentrasi NaCl di air laut. Sementara mineral pengotor garam relatif tinggi karena kondisi perairan Indonesia kaya dengan mineral tersebut.
Baca juga: 16 Manfaat Tersembunyi dari Garam, Bukan Hanya Bumbu Masakan
Amin mengungkapkan, garam dari air laut Indonesia sebenarnya dapat diolah agar sesuai SNI. Pengolahan ini dilakukan melalui invonasi secara fisika, kimia, maupun biologi.
"Industri yang membutuhkan garam biasanya tidak mau melakukan pemurnian garam tradisional hingga NaCl 94-99 persen sebab akan menambah biaya produksi," ungkapnya.
Menurut Amin, Indonesia juga berpeluang memproduksi garam secara mandiri tanpa melakukan impor. Pemerintah perlu mengusahakan hal ini.
"Harus di kawal dengan kebijakan dan insentif pemerintah untuk melindungi garam yang dihasilkan rakyat serta dukungan industri untuk lebih bangga dan mau menggunakan produk garam dalam negeri," tandasnya.
Baca juga: Benarkah Mandi Air Garam Bisa Membuat Tubuh Lebih Rileks? Ini Penjelasan Dokter
Terpisah, Guru Besar Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) Misri Gozan mengatakan, produksi garam dalam negeri cukup memenuhi keperluan domestik atau rumah tangga.
"Sebenarnya lahan mencukupi, namun sistem produksi garam rakyat sangat bergantung pada cuaca," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (25/9/2023).
Misri menyebutkan bahwa kondisi cuaca dapat membuat produksi garam sangat tinggi, bahkan melebihi kebutuhan domestik. Namun, produksi akan berkurang saat cuaca tidak mendukung.
Sementara itu, garam untuk keperluan industri masih sangat bergandung pada impor karena perbedaan standarnya.
"Indonesia hanya mampu memenuhi sekitar 20 persen saja dari kebutuhan industri yang terus meningkat tajam," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.