Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Indonesia Negara Maritim, tapi Mengapa Masih Impor Garam?

Dikutip dari laman DPR RI, Indonesia memiliki luas perairan mencapai 3,25 juta km2 atau sekitar 63 persen wilayah Indonesia.

Meski begitu, Indonesia masih mengimpor garam yang sebenarnya bisa dibuat dari air laut.

Data Badan Pusat Statistika (BPS), Indonesia mengimpor total 2.756.626 ton garam pada 2022.

Kondisi tersebut mendapatkan sorotan dari warganet, salah satunya pemilik akun X @fxmario, Minggu (24/9/2023).

Lewat akunnya, warganet itu membagikan video seseorang membuat garam dari air laut yang dimasak.

"Tuh liat. Indonesia yang negara kelautan dengan garis Pantai panjang harusnya ga impor garam!!!1l1l1l1l1l1!!!" tulisnya.

Unggahan tersebut lantas mendapatkan berbagai komentar dari warganet lainnya. 

Akun @odid_odid berpendapat kualitas garam lokal berada di bawah standar dan jumlahnya belum memenuhi kebutuhan negara sehingga perlu impor.

Hingga Senin (25/9/2023), unggahan tersebut tayang sebanyak 2,7 juta kali, dibagikan 1.076 kali, dan disukai 6.267 warganet.

Lantas, mengapa Indonesia masih harus impor garam?

Kualitas garam di Indonesia

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Airlangga Mochammad Amin Alamsjah mengungkapkan, air laut Indonesia dapat diolah menjadi garam.

"Memang secara konvensional untuk mendapatkan garam tradisional biasanya dengan menguapkan air laut," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (25/9/2023).

Amin menjelaskan, air laut di Indonesia dapat diolah menjadi garam untuk memenuhi kebutuhan warga. Namun, kualitasnya belum memenuhi standar supaya tidak perlu impor garam.

Dia menjelaskan, Standar Nasional Indonesia (SNI) produk garam mengharuskan garam konsumsi memiliki kadar NaCl atau natrium klorida 94 persen.

Sementara syarat minimal NaCl pada garam untuk kebutuhan industri farmasi dan kosmetik sebesar 99 persen.

"Masalahnya, garam tradisional yang dihasilkan petani tambak garam rata-rata NaCl 80-90 persen," ungkapnya.

Kadar NaCl di garam tersebut bahkan terkadang hanya mencapai 60 persen pada saat musim hujan.

Padahal, menurut Amin, garam yang bisa digunakan sebagai bahan makanan, farmasi, ataupun kosmetik harus memenuhi standar SNI.

Kondisi perairan Indonesia

Di sisi lain, Amin mengungkapkan, penggunaan garam tidak hanya dilihat dari kadar NaCl yang memenuhi standar. Namun, mineral pengotor garam, seperti kalsium, magnesium, dan sulfat juga harus minimal.

"Banyak (mineral pengotor di air laut Indonesia) sehingga harus diperhatikan juga untuk pemanfaatan garam," terangnya.

Amin menjelaskan, kandungan garam Indonesia rendah NaCl, tapi tinggi mineral pengotor disebabkan kondisi lingkungannya.

Sebagai contoh, keberadaan hujan dapat menurunkan konsentrasi NaCl di air laut. Sementara mineral pengotor garam relatif tinggi karena kondisi perairan Indonesia kaya dengan mineral tersebut.

"Industri yang membutuhkan garam biasanya tidak mau melakukan pemurnian garam tradisional hingga NaCl 94-99 persen sebab akan menambah biaya produksi," ungkapnya.

Menurut Amin, Indonesia juga berpeluang memproduksi garam secara mandiri tanpa melakukan impor. Pemerintah perlu mengusahakan hal ini.

"Harus di kawal dengan kebijakan dan insentif pemerintah untuk melindungi garam yang dihasilkan rakyat serta dukungan industri untuk lebih bangga dan mau menggunakan produk garam dalam negeri," tandasnya.

Bisakah berhenti impor?

Terpisah, Guru Besar Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) Misri Gozan mengatakan, produksi garam dalam negeri cukup memenuhi keperluan domestik atau rumah tangga.

"Sebenarnya lahan mencukupi, namun sistem produksi garam rakyat sangat bergantung pada cuaca," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (25/9/2023).

Misri menyebutkan bahwa kondisi cuaca dapat membuat produksi garam sangat tinggi, bahkan melebihi kebutuhan domestik. Namun, produksi akan berkurang saat cuaca tidak mendukung.

Sementara itu, garam untuk keperluan industri masih sangat bergandung pada impor karena perbedaan standarnya.

"Indonesia hanya mampu memenuhi sekitar 20 persen saja dari kebutuhan industri yang terus meningkat tajam," ujarnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/09/26/080000065/indonesia-negara-maritim-tapi-mengapa-masih-impor-garam-

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke