Pacu jalur yang menjadi tradisi khas masyarakat Kuansing ternyata bukanlah ajang seru-seruan biasa.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, tradisi tersebut merupakan puncak dari seluruh kegiatan, segala upaya, dankeringat yang dikeluarkan untuk mencari penghidupan selama setahun.
Karena pacu jalur selalu ditunggu, tidak mengherankan jika masyarakat Kuansing dan sekitarnya tumpah ruah saat tradisi ini digelar.
Bahkan, beredar cerita bahwa sepasang suami istri harus rela bercerai jika salah satu pasangannya dilarang mendatangi pacu jalur.
Baca juga: Uniknya Sejarah Pacu Jalur, Awalnya Perayaan untuk Ratu Belanda
Pacu jalur yang dilakukan dengan cara mendayung perahu dari kayu gelondongan merupakan tradisi yang sudah lama berkembang.
Hasbullah dari UIN Sultan Syarifn Kasim Riau mengatakan, jalur yang digunakan dalam pacu jalur dulunya merupakan alat transportasi utaram warga desa di Rantau Kuantan pada awal abad ke-17.
Hal tersebut dijelaskan Hasbullah dalam jurnal berjudul "Pacu Jalur dan Solidaritas Sosial Masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi (Kajian Terhadap Tradisi Maelo)" pada 2015.
Adapun, lokasi perkembangan jalur di Rantau Kuantan berada di antara Kecamatan Hulu Kuantan di bagian hulu hingga Kecamatan Cerenti di hilir.
Jalur digunakan oleh masyarakat setempat lantaran pada saat itu alat transportasi darat belum berkembang.
Baca juga: Festival Pacu Jalur Ini Cuma Ada di Kuantan Singingi Riau
Hasbullah menjelaskan bahwa pacu jalur berasal dari dua kata, yakni pacu dan jalur.
Seperti yang sudah disebutkan, jalur merupakan perahu yang terbuat dari kayu gelondongan. Sementara pacu adalah perlombaan memacu atau mendayung.
Jika dua kata tersbeut digabungkan, pacu jalur artinya adalah perlombaan dayung menggunakan jalur.
Menurut Hasbullah, perlombaan pacu jalur sudah dikenal warga Rantau Kuantan sekitar tahun 1990.
Pada saat itu, kebanyakan transportasi yang dipacukan adalah perahu-perahu besar yang digunakan sebagai alat transportasi.
Dalam perkembangannya, pacu jalur diadakan di kampung-kampung di sepanjang Batang Kuantan.
Warga setempat menggelar pacu jalur untuk memeringati dan merayakan hari besar Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad, Hari Raya Idul Fitri, maupun Tahun Baru Islam.
Pemenang pacu jalur dulunya tidak mendapat hadiah. Namun, selepas pacu jalur digelar, warga menggelar makan bersama dengan menyantap konjo, godok, arau lopek.
Baca juga: Batang Kuantan, Sungai di Sumatera yang Terkenal dengan Tradisi Pacu Jalur
Pacu jalur yang awalnya digelar untuk memeringati hari-hari besar Islam kemudian digunakan oleh Belanda guna hari ulang tahun Ratu Wihelmia.
Hal tersebut terjadi ketika Belanda tiba di wilayah Rantau Kuantan dengan menduduki Kota Teluk Kuantan pada 1905.
Pacu jalur digelar secara rutin pada 31 Agustus dan sejak saat itu tidak diselenggarakan lagi ketika hari besar Islam.
Setelah Indonesia berdiri sebagai sebuah negara, pacu jalur dijadikan tradisi untuk memeriahkan perayaan HUT Kemerdekaan.
Saat ini, bila ada tim yang memenangi pacu jalur, mereka berhak mendapatkan hadian berupa sapi, kerbau, dan piala bergilir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.