Laju deforestasi di Indonesia kembali meningkat pada periode selanjutnya (2013-2017) menjadi 1,4 juta ha/tahun.
Jika diilustrasikan, kecepatan kehilangan hutan di Indonesia setara dengan 4 kali luas lapangan sepak bola setiap menitnya. Praktis, sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2017 tidak ada perubahan yang signifikan dari kecepatan kehilangan hutan.
Walaupun sempat mengalami penurunan sekitar 350 ribu ha per tahun pada periode 2009-2013, laju deforestasi kembali naik pada periode selanjutnya.
Deforestasi terjadi di masing-masing region sejak tahun 2000 – 2017. Terdapat beberapa region yang mengalami penurunan deforestasi, tetapi juga ada beberapa region yang mengalami peningkatan deforestasi secara signifikan.
Region-region yang mengalami penurunan ialah Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Sedangkan Bali Nusa, Sulawesi, Maluku, dan Papua mengalami peningkatan. Bahkan untuk region Maluku ada peningkatan deforestasi hampir 2x lipat dan di Papua ada peningkatan hampir 3 kali lipat.
Dari sini, dapat dilihat bahwa deforestasi di Indonesia terus bergerak dari barat ke timur. Karena itu, klaim keberhasilan Indonesia dalam menekan laju deforestasi selama 20 tahun terakhir patut dipertanyakan.
Turunnya laju deforestasi di beberapa wilayah tidak lain karena faktor sumber daya hutan yang semakin menipis di mana hutan yang tersisa berada di wilayah yang sulit diakses, sehingga menyebabkan perhitungan ekonomi yang tidak sebanding dan pada areal-areal konservasi yang secara regulasi sulit untuk dikonversi.
Baca juga: Deforestasi Jadi Momok Produk Sawit Indonesia
Pergeseran deforestasi dari wilayah barat ke timur juga terlihat dari arah kebijakan. Dalam peta arahan pemanfaatan hutan produksi yang dikeluarkan KLHK tahun 2017-2020, memperlihatkan proporsi kawasan hutan produksi yang akan dimanfaatkan terus berkurang di Sumatera dan Kalimantan. Sementara untuk region Sulawesi, Maluku, dan Papua proporsinya terus meningkat.
Jika merujuk data yang dihasilkan KLHK, tahun 2020 deforestasi menurun sampai ke angka 115 ribu hektare. Ini adalah angka deforestasi terendah dari semua data deforestasi yang pernah disampaikan KLHK.
Di sisi lain, analisa yang dilakukan FWI dengan memadukan data tutupan hutan tahun 2017 dengan data forest lost Hansen (University of Maryland) tahun 2018, 2019, dan 2020, memperlihatkan ada sekitar 680 ribu ha hutan yang hilang. Lajunya rata-rata sebesar 227 ribu ha per tahun.
Fakta lapangan menunjukkan, deforestasi di Indonesia selama ini terjadi lebih dominan di kawasan hutan produksi, baik secara legal (perizinan) maupun ilegal (perambahan/pencurian kayu).
Dalam buku “The State of Indonesia’s Forest (SOFO) 2018/2020/2022” rata-rata luas kawasan hutan produksi yang telah mengalami deforestasi mencapai 69 persen lebih dari total luas kawasan hutan yang tidak mempunyai tutupan hutan (non forested), yang mencapai lebih dari 30 juta hektar.
Secara matematis, hutan produksi yang masih mempunyai potensi kayu sudah sangat menurun luasnya. Dari luas hutan produksi 68,80 juta ha, yang telah dibebani hak (dengan perizinan) 34,18 juta ha, yang tidak berhutan 22-24 juta ha, sementara yang masih berhutan (hutan primer) sekitar 16 juta ha.
Dengan aksesibilitas yang sangat rendah bagi hutan alam primer, khususnya hutan produksi yang tersisa ditambah dengan kebijakan moratorium hutan alam primer, secara otomatis pemerintah tanpa berbuat apa-apapun, angka laju deforestasi pasti akan menurun, karena hutan alam yang tersisa akan sulit dijangkau oleh siapapun.
Deforestasi ilegal, lambat tapi pasti akan hilang, karena kayu yang dipungut secara ekonomis sudah tidak menguntungkan lagi.