Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Kasus Mutilasi di Sleman dan Koper Merah, Ini Kata Psikolog

Kompas.com - 23/03/2023, 18:00 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kasus mutilasi terjadi di Sleman, Yogyakarta pada Minggu (19/3/2023). Seorang penjaga wisma menemukan perempuan berusia 34 tahun tewas di kamar mandi sebuah wisma di Jalan Kaliurang, Sleman.

Sebelum kasus mutilasi di Sleman terungkap, kasus mutilasi juga terjadi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat ketika sebuah koper merah berisi potongan tubuh manusia ditemukan oleh warga.

Penemuan ini menghebohkan warga di sekitar TKP lantaran potongan tubuh yang ditemukan tanpa busana.

Baca juga: Sosok Heru Pelaku Mutilasi Teman Kencan di Sleman, Tertutup sejak 2 Tahun Lalu karena Utang Pinjol

Motif mutilasi

Kasus mutilasi yang terjadi di Sleman dan Bogor dilatarbelakangi oleh motif yang berbeda.

Dilansir dari Kompas.com, pelaku berinisial HP (23) nekat menghabisi nyawa korbannya A (34) karena ia diduga terlilit utang pinjaman online (pinjol).

Karena alasan itulah, HP yang gelap mata mengajak A ke sebuah wisma dan membunuh korban dengan tujuan memguasai harta.

Sementara itu, motif mutilasi koper merah diduga dilatarbelakangi oleh perilaku seks menyimpang antara pelaku berinisial DA dan korban berinisial RD.

Diberitakan oleh Kompas.com, DA awalnya bertengkar dengan RD (35) karena pelaku diminta melakukan adegan seks oleh korban.

Lantas, mengapa orang tega melakukan aksi pembunuhan disertai mutilasi?

Baca juga: Anaknya Dibunuh Keji, Ayah Korban Mutilasi di Sleman: Pelaku Tidak Berperikemanusiaan

Kata psikolog soal kasus mutilasi

Psikolog sekaligus dosen di Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta, Ratna Yunita Setiyani, mengatakan bahwa kasus mutilasi Sleman dan koper merah bukanlah peristiwa yang sederhana.

Di balik peristiwa tersebut, ia menduga pelaku tidak melakukan aksinya secara tiba-tiba, melainkan sudah direncanakan sebelumnya.

"Ini adalah persoalan yang serius dan apa yang dilakukan oleh pelaku tentu sudah ia pelajari sebelumnya. Namun, setiap orang bisa berkilah dengan apa yang sudah ia lakukan, Ini namanya defense mechanism atau mekanisme untuk menyelamatkan diri," kata Ratna kepada Kompas.com, Selasa (21/3/2023).

Baca juga: Pelaku Mutilasi di Sleman Sudah Merencanakan Aksinya dengan Persiapkan Senjata Tajam

Faktor mutilasi

Ia mengatakan, salah satu faktor mengapa orang tega melakukan aksi pembunuhan disertai mutilasi karena pelaku mempunyai dendam.

Umumnya, pelaku memahami bahwa perbuatannya sudah selesai setelah ia membunuh karena tahu korbannya sudah meninggal.

Namun, hal tersebut tidak terjadi pada pelaku yang melakukan mutilasi karena ia punya dorongan lebih untuk melakukan aksi yang lebih keji.

"Tapi, ada hal lain yang ingin ia lakukan untuk meluapkan perasaan bencinya, emosinya, marahnya, bahkan ada satu dendam tertentu," jelas Ratna.

"Jadi, memang ia enggak punya pilihan lain, emang itu yang ia lakukan untuk memenuhi hasrat dirinya bahwa ia merasa kalau melampiaskan sesuatu dengan cara itu (mutilasi) terpuaskan apa yang ia pendam," kata Ratna.

Baca juga: Kasus Mutilasi di Sleman, Guru Besar UGM Bahas Motif Utang hingga Surat Penyesalan Pelaku

Ada dugaan pelaku mutilasi belajar dari kasus sebelumnya

Lebih lanjut, Ratna menduga ada kemungkinan pelaku belajar dari kasus-kasus mutilasi yang terjadi sebelumnya sehingga ia berani melakukan aksinya.

"Jadi, orang belajar dari kasus orang lain. Orang lain yang melakukan sebelumnya adalah role model bagi orang yang melalukannya saat ini," imbuh Ratna.

Khusus untuk kasus mutilasi koper merah, Ratna menduga ada keterkaitan antara pelaku dengan koper bewarna merah yang digunakan untuk membuang potongan tubuh korban usai memutilasi.

Ratna menjelaskan, pelaku mungkin saja mempunyai kenangan yang berhubungan dengan wadah atau warna tersebut.

"Bisa jadi ia ingin meninggalkan sesuatu dengan 'label' atau penciri khusus. Atau pernah ada kenangan yang berhubungan dengan itu. Bisa jadi, karena ia punyanya memang itu (koper merah)," tuturnya.

Baca juga: Pelaku Mutilasi Wanita di Sleman Sempat Berencana Buang Mayat Korban ke Toilet

Pelaku tidak mampu menguasai diri

Ratna juga menambahkan, terjadinya kasus mutilasi beberapa hari belakangan tidak bisa dilepaskan dari superego yang tidak berfungsi sepenuhnya.

Superego adalah keinginan untuk melakukan perbuatan aksi nyata dari dorongan yang ada dalam pikiran seseorang.

"Orang lebih memikirkan dia bisa melakukan dendamnya daripada ia tidak bisa mengontrol dendamnya. Itulah gunanya super ego. Artinya superegonya tidak berfungsi sebeleumnya," terang Ratna.

Agar kasus mutilasi tidak terjai di kemudian hari, Ratna menyarankan agar masyarakat tidak mudah percaya dengan orang lain.

Lakukan juga komunikasi dengan orang lain saat bepergian ke tempat yang jauh, apalagi jika bertemu dengan orang asing.

"Jika adaa hal yang mencurigakan janggap anggap sepele, bisa jadi itu tanda seperti alarm di tubuh kita," pungkas Ratna.

Baca juga: Pelaku Mutilasi di Sleman Kenal Korban lewat Medsos, Sudah Beberapa Kali Bertemu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com