Sementara itu, alumnus Program Studi Krimonologi FISIP Universitas Indonesia M. Ridha Intifadha menjelaskan alasan lain di balik tindakan seorang pelaku kejahatan yang merekam tindakannya.
Pengguna akun Twitter @RidhaIntifadha ini membagikan informasi tersebut dalam unggahan ini.
Dari keriuhan linimasa bbrp hari terakhir, saya tertarik dg prtanyaan ini
- Kenapa pelaku mendokumentasikan aksi kejahatannya?
- Kenapa tiap ada peristiwa kekerasan, sebagian dari kita justru memvideokannya?Dan ternyata udah ada yg bahas dlm perspektif cultural criminology ???? pic.twitter.com/x3LZ8Fmcde
— M. Ridha Intifadha (@RidhaIntifadha) February 24, 2023
"Perekaman kejahatan oleh pelaku tidak terlepas dari perkembangan teknologi digital yang mengubah cara kita dalam memproduksi dan berinteraksi melalui media gambar/video," ujarnya.
Hingga Minggu malam, utas tersebut telah tayang sebanyak 611.100 kali, disukai 8.221 akun, dan di-retweet 2.238 kali.
Dalam utas yang diunggah pada Jumat (24/2/2023), ia menjelaskan alasan pelaku tindak kriminal mendokumentasikan aksi kejahatannya. Informasi ini berdasarkan studi British Journal of Criminology tulisan Sveinung Sandberg dan Thomas Ugelvik asal Universitas Oslo yang terbit Juli 2016.
Ridha menyatakan, pelaku memiliki motivasi yang sangat kuat untuk menyakiti korban. Hal ini lalu membuatnya merekam kejadian penganiayaan tersebut.
"Saya menduga motif perekaman pelaku kekerasan ini adalah untuk merendahkan, melecehkan, bahkan menyakiti korban secara lebih dalam," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (25/2/2023).
Motivasi ini, menurutnya, sangat besar sehingga menutupi ketakutan pelaku kalau rekaman aksi kekerasannya ketahuan.
Saking besarnya motivati tersebut, ia tidak mempertimbangkan kemajuan era digital saat ini di mana seharusnya aksi kejahatannya atau jejaknya disembunyikan.
Ridha menambahkan, tindakan perekaman ini memang bagian yang tidak terpisahkan dalam aksi kekerasan.
"Kejahatan kekerasan itu harus disertai perekaman agar motif pelaku tersebut dapat tercapai atau terpuaskan," lanjutnya.
Ridha menyebutkan, permintaan pelaku merekam aksi penganiayaanya menurutnya bukanlah aksi spontan melainkan sudah direncanakan.
Sementara itu, dari jurnal yang sama, Ridha menjelaskan alasan-alasan lain dari pelaku tindak kriminal yang merekam aksinya.
Pertama, pelaku kekerasan seksual merekam kejahatan karena ingin memproduksi konten atas perbuatannya dan merasakan kenikmatan dari situ.
Pelaku bisa juga melakukannya karena ada dorongan ekonomi untuk memeras uang korban. Selain itu, video itu juga menjadi bahan ancaman agar korban diam saja atas kekerasan yang ia alami.
Kedua, tindakan tersebut muncul berkat adanya budaya merendahkan orang lain di tengah masyarakat umum.
Saat ada satu konten yang isinya menyakiti korban, orang-orang lain lalu membagikan konten itu lagi. Pelaku ingin semakin merendahkan korban lewat konten yang dibagi-bagikan itu.
Ketiga, seorang penjahat yang merekam aksinya merupakan salah satu contoh dari kebudayaan merekam suatu kejadian secara instan dan spontan.
Dalam beberapa kasus, tindakan mengambil gambar atau merekam tindak kejahatan dilakukan secara impulsif.
Pelaku menganggap tindakan kejahatan yang ia lakukan sebagai momem baru, tidak biasa terjadi, atau layak dibagikan ke orang lain. Hal ini membuat ia tergerak mendokumentasikan peristiwa tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.