Sebab, sikap tersebut tidak pantas dilakukan di pengadilan, karena menimbulkan kegaduhan dan dapat mengintimidasi Jaksa Penuntutu Umum (JPU).
"Perilaku tercela tersebut justru menunjukkan kurangnya profesionalitas aparat Brimob dalam melakukan pengawalan dan pengamanan pagar betis di Pengadilan Negeri Surabaya," kata YLBHI.
Menurut YLBHI, dampak dari tindakan intimidatif itu adalah menjadikan JPU tidak mengajukan pertanyaan sama sekali.
Baca juga: Tagar Kanjuruhan Trending di Twitter, Apa yang Terjadi?
JPU hanya mengajukan keberatan kepada majelis, karena semua pertanyaan penasihat hukum bersifat menyimpulkan fakta persidangan secara sepihak.
Karena itu, YLBHI mendesak Kapolri dan Kapolda Jawa Timur untuk menghentikan tindakan pengamanan yang mengarah kepada penghinaan terhadap pengadilan.
YLBHI juga berharap agar anggota Brimob yang melakukan penghinaan terhadap pengadilan tersebut mendapatkan sanksi tegas.
Baca juga: Kerusuhan Kanjuruhan dan Efek Gas Air Mata
Terpisah, Kasi Humas Polrestabes Surabaya Kompol Fakih mengatakan, aksi gaduh tersebut merupakan spontanitas. Artinya, tidak ada instruksi khusus untuk meneriakkan yel-yel "Brigade".
"Mungkin spontanitas saja, tak ada instruksi," ujarnya, dikutip Kompas.com, Selasa (14/2/2023).
Sementara itu, Wakil Humas PN Surabaya Anak Agung Gede Agung Pranata mengaku terganggu dengan adanya suara gaduh tersebut.
Ia juga telah melaporkan adanya kegaduhan tersebut kepada pimpinan.
"Saya akan laporkan ke pimpinan karena ini sangat mengganggu. Seharusnya mereka (personel polisi) mengamankan jalannya sidang, bukan malah membuat gaduh," kata dia.
Baca juga: Deretan Protes ke Arema FC Usai Tragedi Kanjuruhan, Kantor Dirusak sampai Bus Dilempar Batu