Pengaturan justice collaborator terdapat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.
SEMA tersebut mengharuskan pemberian perlindungan bagi pelaku yang turut melaporkan temuan untuk membongkar suatu tindak pidana serius dan terorganisir.
Jika ingin menjadi saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator, maka seorang pelaku harus memenuhi sejumlah syarat dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2011.
Berikut sejumlah syarat justice collaborator:
Baca juga: Daftar Lengkap Vonis 5 Terdakwa Pembunuhan Berencana Brigadir J, Bharada E Paling Ringan
Seorang justice collaborator akan mendapatkan perlindungan seperti dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Merujuk Pasal 10 ayat (1) UU tersebut, saksi pelaku tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikan.
Lebih lanjut, dalam Pasal 10 ayat (2), jika justice collaborator mendapat tuntutan hukum, maka tuntutan itu harus ditunda hingga tindak pidana selesai diputus dan mendapat kekuatan hukum tetap.
Atas perannya pula, justice collaborator akan mendapat penanganan khusus selama pemeriksaan tindak pidana.
Penanganan khusus tersebut diatur dalam Pasal 10A UU Perlindungan Saksi dan Korban, antara lain:
Bukan hanya mendapatkan penanganan berbeda, seorang justice collaborator juga akan mendapat penghargaan atas kesaksiannya, berupa: