Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Status "Justice Collaborator" yang Ringankan Vonis Richard Eliezer?

Kompas.com - 15/02/2023, 15:31 WIB
Diva Lufiana Putri,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjatuhkan vonis penjara selama 1 tahun 6 bulan kepada terdakwa Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu.

Richard Eliezer merupakan salah satu terdakwa dalam perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Vonis Richard Eliezer jauh di bawah tuntutan jaksa penuntut umum, yakni pidana penjara selama 12 tahun.

Diberitakan Kompas.com, Rabu (15/2/2023), hakim menilai bahwa Richard telah jujur dan berani mengungkap kebenaran kasus ini.

"Maka kejujuran, keberanian, dan keteguhan terdakwa dengan berbagai risiko telah menyampaikan kejadian sesungguhnya sehingga terdakwa layak ditetapkan sebagai pelaku yang bekerja sama, justice collaborator, serta layak mendapat penghargaan," kata hakim dalam sidang, Rabu (15/2/2023).

Status justice collaborator ini pun dipertimbangkan majelis hakim sebagai salah satu hal yang meringankan hukuman Richard.

Oleh karena itu, hakim menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan penjara kepada mantan ajudan eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo ini.

Lantas, apa itu justice collaborator yang membuat Bharada Richard Eliezer mendapatkan hukuman ringan?

Baca juga: Jadi Justice Collaborator, Richard Eliezer Divonis 1 Tahun 6 Bulan Penjara


Pengertian "Justice Collaborator"

Justice collaborator adalah pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama untuk memberikan keterangan dan bantuan bagi penegak hukum.

Dikutip dari Kompas.com, tujuan justice collaborator adalah untuk membongkar kasus tindak pidana tertentu yang terorganisir dan menimbulkan ancaman serius.

Biasanya, upaya ini digunakan dalam tindak pidana tertentu, seperti korupsi, terorisme, narkotika, pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana terorganisir lain.

Sementara itu, merujuk laman Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ide lahirnya justice collaborator bermula dari semangat memecahkan kasus besar yang melibatkan banyak orang.

Sebab, para pelaku tindak pidana terorganisir akan membentuk kerja sama dengan aparat penegak hukum serta membentuk jaringan komplotan yang solid.

Berada dalam lingkaran tersebut menimbulkan paranoid solidarity, yakni perasaan takut akan dikucilkan, dibenci, atau dijerumuskan dalam kelompok.

Oleh karena itu, mau tidak mau para pelaku tindak pidana pun akan saling melindungi satu sama lain.

Baca juga: Alasan Hakim Vonis Richard Eliezer 1 Tahun 6 Bulan, Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa

Syarat "Justice Collaborator"

Pengaturan justice collaborator terdapat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.

SEMA tersebut mengharuskan pemberian perlindungan bagi pelaku yang turut melaporkan temuan untuk membongkar suatu tindak pidana serius dan terorganisir.

Jika ingin menjadi saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator, maka seorang pelaku harus memenuhi sejumlah syarat dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2011.

Berikut sejumlah syarat justice collaborator:

  • Merupakan pelaku tindak pidana tertentu dan mengakui kejahatan yang dilakukannya.
  • Bukan pelaku utama dalam tindak pidana tersebut.
  • Bersedia memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.
  • Keterangan dan bukti-bukti yang diberikan sangat signifikan, sehingga penyidik dan penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana tersebut secara efektif.
  • Mengungkap siapa pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar dan/atau mengembalikan aset-aset atau hasil suatu tindak pidana.

Baca juga: Daftar Lengkap Vonis 5 Terdakwa Pembunuhan Berencana Brigadir J, Bharada E Paling Ringan

Penghargaan justice collaborator

Seorang justice collaborator akan mendapatkan perlindungan seperti dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Merujuk Pasal 10 ayat (1) UU tersebut, saksi pelaku tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikan.

Lebih lanjut, dalam Pasal 10 ayat (2), jika justice collaborator mendapat tuntutan hukum, maka tuntutan itu harus ditunda hingga tindak pidana selesai diputus dan mendapat kekuatan hukum tetap.

Atas perannya pula, justice collaborator akan mendapat penanganan khusus selama pemeriksaan tindak pidana.

Penanganan khusus tersebut diatur dalam Pasal 10A UU Perlindungan Saksi dan Korban, antara lain:

  • Pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara justice collaborator dengan tersangka, terdakwa atau narapidana yang diungkap tindak pidananya.
  • Pemisahan pemberkasan dalam proses penyidikan/penuntutan antara justice collaborator dengan tersangka/terdakwa yang diungkapkannya.
  • Memberikan kesaksian di persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya.

Bukan hanya mendapatkan penanganan berbeda, seorang justice collaborator juga akan mendapat penghargaan atas kesaksiannya, berupa:

  • Keringanan penjatuhan pidana.
  • Pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sesuai peraturan yang berlaku.
  • Meski demikian, pemberian penghargaan kepada justice collaborator oleh hakim wajib mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com