Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Zenwen Pador
Advokat dan Konsultan Hukum

Praktisi Hukum Spesialisasi Hukum Lingkungan dan Sumber Daya Alam

Mengevaluasi Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan

Kompas.com - 02/11/2022, 13:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEPANJANG tahun 2019, rendahnya curah hujan dan panjangnya musim kemarau menjadi salah satu sebab kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia. Total luas lahan yang terbakar pada 2019 mencapai 857.759 hektare (ha).

Tahun 2020, luas lahan yang terbakar lebih rendah, "hanya" 296.942 ha. Pada 2021 seluas 353.222 ha hutan dan lahan mengalami kebakaran, atau naik 15,93 persen atau 56.280 ha dibanding tahun sebelumnya.

Pada 2022 ini, berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), karhutla selama Januari-Juli 2022 tercatat 87.703 ha, atau mengalami penurunan 19,1 persen dibandingkan dengan periode sama tahun 2021.

Baca juga: Dampak Kebakaran Hutan bagi Lingkungan dan Manusia

Bila dicermati sejak tahun 2019 sampai 2022, terjadi penurunan yang signifikan luasan karhutla di Indonesia. Pertanyaannya kemudian adalah, apakah penurunan luasan lahan yang terbakar murni sebagai hasil pengendalian karhutla yang dilakukan oleh pemerintah?

Karhutla akbar yang terjadi tahun 2019, yang sekalipun dari sisi luasan lebih kecil dibanding karhutla 2015, tetapi dampaknya menyamai karhutla 2015. Salah satu yang sangat terasa adalah dampak asap yang ditimbulkannya hampir menyamai dampak asap kebakaran tahun 2015.

Hal itu dikarenakan karhutla 2019 banyak terjadi di lahan gambut, yakni sekitar 30 - 40 persen (hasil perhitungan BNPB sekitar 29 persen, sementara hasil riset CIFOR mencapai 41 persen).

Inpres Nomor 3 tahun 2020

Dampak karhutla 2019 inilah yang dominan mendorong Presiden Jokowi mengeluarkan Inpres Nomor 3 tahun 2020 tentang Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan. Instruksi ini ditujukan kepada 28 Kementerian/Lembaga termasuk pemda provinsi dan kabupaten/kota.

Presiden menginstruksikan untuk melakukan upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di seluruh wilayah Republik Indonesia. Kegiatanya meliputi: pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan, pemadaman kebakaran hutan dan lahan, dan penanganan pasca kebakaran hutan dan lahan.

Presiden juga memerintahkan untuk mengefektifkan upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana kebakaran hutan dan lahan sekaligus pembayaran ganti rugi sesuai dengan tingkat kerusakan atau akibat yang dibutuhkan untuk biaya rehabilitasi, pemulihan kondisi hutan dan lahan, atau tindakan lain yang diperlukan, serta pengenaan sanksi administrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bila kita kaitkan Inpres itu sebagai sebuah kebijakan Presiden Jokowi dalam menanggulangi karhutla, sepintas secara kasat mata program penanggulangan karhutla Pemerintahan Jokowi telah berhasil dengan menurunkan luasan karhutla yang pada 2019 seluas 857.759 ha menjadi hanya 87.703 ha pada semester pertama Januari - Juli 2022.

Pada semester kedua 2022 diperkirakan akan lebih rendah lagi mengingat musim hujan sudah mulai mendominasi wilayah Indonesia.

Tetapi benarkah demikian? Edward A Suchman mengemukakan enam langkah dalam evaluasi kebijakan, selain identifikasi tujuan program yang akan dievaluasi, analisis terhadap masalah, deskripsi dan standarisasi kegiatan, pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi, juga penting untuk menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab yang lain. Juga beberapa indikator untuk menentukan keberadaaan suatu dampak (Budi Winarno, 2012).

Baca juga: PBB Peringatkan Gelombang Panas dan Kebakaran Hutan Perburuk Polusi Udara

Penyebab

Menurut Dr Lailan Syaufina, dosen Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB, kejadian karhutla dapat disebabkan oleh penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung di antaranya api digunakan dalam pembukaan lahan, api yang digunakan sebagai senjata dalam permasalahan konflik, api menyebar secara tidak sengaja atau api yang berkaitan dengan ekstraksi sumberdaya alam.

Penyebab tidak langsung umumnya berkaitan dengan penguasaan lahan, alokasi penggunaan lahan, insentif/disinsentif ekonomi, degradasi hutan dan lahan, dampak dari perubahan karakteristik kependudukan, dan lemahnya kapasitas kelembagaan.

Di samping berbagai hal tersebut, kejadian kebakaran hutan yang terjadi cenderung meluas tak terkendali pada kondisi kekeringan panjang akibat iklim ekstrem.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Tren
Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Tren
5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

Tren
Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Tren
Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis 'How to Make Millions Before Grandma Dies'

Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis "How to Make Millions Before Grandma Dies"

Tren
Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Tren
Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

Tren
8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

Tren
3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

Tren
Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Tren
AS Hapuskan 'Student Loan' 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

AS Hapuskan "Student Loan" 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

Tren
Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Tren
Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Tren
Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com