Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Cita-cita Kemerdekaan Bangsa dan Strategi Trisakti Soekarno

Kompas.com - 15/08/2022, 11:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bagaimana memahami Strategi Trisaksi Soekarno itu?

Marsekal Madya (Purn) Teddy Rusdy, dalam buku Jati Diri, Doktrin, dan Strategi TNI (2016), menegaskan bahwa doktrin dan jati diri harus berasal dan tumbuh dari akar-budaya bangsa, dengan memperhitungkan faktor-faktor geografis dan demografis bangsa. Karena itu, misalnya, pola pikir, sikap, tindakan (keputusan atau program kebijakan), kebiasaan yang hendak atau berisiko memisahkan rakyat dari Bumi di bawah kakinya, itu pula pintu masuk dari bentuk-bentuk penjajahan, ketidak-adilan atau anti-perikemanusiaan.

Presiden Soekarno membayangkan bahwa Strategi Trisakti dapat melahirkan suatu transformasi warga-negara dan masyarakat melalui proses ‘the universal revolution of man’. Perubahan itu antara lain melibatkan fase: romantika, dinamika, dan dialektika guna melawan ‘bahaya’ yakni neokolonialisme, imperialisme, dan kolonialisme (nekolim).

Selama ini, ahli-ahli strategi selalu memasukkan dan memperhitungkan unsur-unsur mekanika (fisika) dan dialektika. Misalnya, Carl von Clausewitz, penulis Om Kriege atau On War (1976, 1984), dan rekan-rekan pendidikannya diajarkan oleh ahli fisika Paul Erman tentang fisika, khususnya mekanika (Paret, 1976: 310–311).

Saat mengikuti pendidikan di Kriegsakademie, Clausewitz juga mempelajari karya-karya filsafat dialektika Immanuel Kant. Sedangkan untuk pelajaran fisika dasar, khususnya ilmu mekanika, misalnya, suatu ‘Center of Gravity’ (CoG) dipahami sebagai simpul konvergensi dari kekuatan-kekuatan gravitasi dalam satu obyek (Jones et al, 1993: 52-55).

Tiap strategi harus teliti memperhitungkan konvergensi kekuatan-kekuatan gravitasi dari suatu objek. CoG negara-bangsa, misalnya, ialah manunggal rakyat dan tanah-air; jika rakyat tidak lagi manunggal dengan tanah-air, tidak ada negara-bangsa.

Tidak ada negara tanpa rakyat; Tidak ada negara tanpa tanah-air. Rakyat dan tanah-air adalah unsur pokok dari Strategi Trisaksi. Maka hak-hak ulayat, hak perdata rakyat, dan sejenisnya, harus diakui, dijamin, dan dilindungi oleh negara-bangsa.

Barangkali gagasan trisaksi berbasis negara-bangsa tersebut di atas seolah-olah tidak relevan dengan tren lima jagat negara akhir-akhir ini: laut, udara, darat, antariksa, dan digital (maya). Prof. Soepomo, SH, anggota BPUPKI, pada Sidang BPUKI 29 Mei 1945 di Jakarta merilis pidato : “Pembangunan negara bersifat barang bernyawa. ... janganlah kita meniru belaka susunan negara lain.” 

Cita-cita kemerdekaan bangsa

Drs. Moh. Hatta, proklamator kemerdekaan Indonesia mencatat pesan khusus: “Pergerakan atau bangsa patah, karena pemimpinnya tidak mempunyai karakter.”

Jati diri bangsa Indonesia ialah nilai-nilai asli dan universal Pancasila.  Presiden Soekarno berpidato pada Peringatan Lahir Pancasila, filosofische grondslag Indonesia, 1 Juni 1964 di Kota Yogyakarta: “Aku tidak mendapat wahju; Aku bukan Nabi; Aku sekedar menggali Pantja Sila di Bumi Indonesia sendiri!” (Kedaulatan Rakjat, Selasa 1 Juni 1964).

Cita-cita dan sifat kebatinan Bangsa Indonesia, papar Profesor Raden Soepomo,SH
(1945), adalah persatuan hidup, saling-pengaruh, dan keseimbangan antara alam fisik (luar) dan alam batin (dalam), makrokosmos dan mikrokosmos, rakyat dan para pemimpinnya.

Maka negara-bangsa adalah suatu bernyawa yang berintikan rakyat, tanah, dan air. Merawat Bumi (tanah, air, pohon, dan tanaman) adalah merawat nilai-nilai kebaikan dari kebenaran dan kehidupan ciptaan Tuhan Maha Esa. Dari bumi tumbuh tanaman dan pohon. Tanaman menghasilkan benih dan biji-bijian; pohon menghasilkan buah dan benih.

Para petani menanam benih dan menyediakan pangan untuk setiap orang di Bumi. Hujan turun menyiram bumi; benih tumbuh dan hidup. Semua ciptaan Tuhan Maha Esa itu baik.

Kaidah fundamental Indonesia berkedaulatan rakyat ialah Alinea IV Pembukaan UUD
1945 yaitu Pancasila. Dari sudut strategi, jika titik-patokan dasar bergeser, maka kecepatan, arah, dan sasaran juga berisiko berubah. Jika patokan dasar landasan gerak ideologi, politik, sosial, budaya dan pertahanan-keamanan (ipoleksusbudhankam) negara bergeser ke arah neoliberalisme, maka kecepatan, arah, dan sasarannya juga berubah.

Sasaran pembentukan Negara-Bangsa Indonesia ialah terciptanya masyarakat bersatu, berdaulat, adil dan makmur serta lestarinya sehat ekosistem negara (seluruh tumpah darah) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Ini pula sasaran Strategi Trisaksi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com